Tuesday, May 25, 2010

Sistematika Penulisan PI Standard

1. PENDAHULUAN

Penulisan Ilmiah (selanjutnya ditulis dengan PI saja) merupakan tugas yang harus dikerjakan oleh setiap mahasiswa yang telah duduk di semester 6. PI memiliki bobot 2 SKS. PI bisa merupakan karya ilmiah atas hasil studi di lapangan (aplikatif), studi pustaka (teoritik), maupun gabungan keduanya.
Studi lapangan bisa berupa kerja praktek, magang, wawancara, pengamatan, studi banding, dan berbagai cara lainnya. Studi pustaka bisa berupa perbandingan teori, pengembangan teori, pengaplikasian teori, pembuktian teori, dan sebagainya.
PI harus diselesaikan dalam 3 (tiga) bulan sejak diterimanya Surat Keputusan Rektor Universitas Gunadarma tentang kewajiban menulis PI bagi mahasiswa, dan penunjukan Dosen Pembimbing PI.

2. STRUKTUR DASAR PI

PI memiliki struktur dasar : (1) adanya masalah, (2) adanya teori-teori, dan (3) pemecahan masalah dengan teori-teori tersebut. Di dalam penyusunan PI, struktur dasar tersebut ditambah (a) Pendahuluan (b) Penutup dan dilengkapi dengan format-format yang berlaku di setiap program studinya, seperti kolom tanda tangan pembimbing, Ketua Jurusan, dan Koordinator Sidang PI. Buku PI juga dilengkapi dengan Daftar Gambar, Daftar Tabel, Daftar Isi, Kata Pengantar, Lampiran, Abstraksi, Daftar Pustaka, dan berbagai kebutuhan lainnya.
Pada Pendahuluan minimal berisi : (a) Latar Belakang Masalah, (b) Batasan Masalah, (c) Rumusan Masalah, (c) Tujuan Penelitian, (d) Metodologi Penelitian, dan (e) Sistematika Penulisan. Pada Penutup dapat berisi Kesimpulan dan Saran atas hasil penelitian yang telah dilakukannya.

3. PEMBABAKAN PENULISAN

Pada intinya, PI terdiri atas 4 Bab, yaitu (1) Pendahuluan, (2) Landasan Pustaka (Teori), (3) Analisis dan Pembahasan, dan (4) Penutup. Namun demikian, pembabakan tersebut bisa saja dikembangkan, misalkan di Bab 3, Analisis dipisahkan dengan Pembahasan, atau diisi bab mengenai Kegiatan Usaha Saat Ini yang sedang diteliti, atau Prosedur Kerja yang masih diberlakukan saat ini, dan sebagainya.


4. BAB PENDAHULUAN

Di bab pendahuluan, Peneliti/ Penulis harus dapat secara fokus menuliskan masalah-masalah yang terjadi di tempat penelitiannya. Dengan membaca bab pendahuluan ini, setiap pembaca sudah dapat mengetahui apa sebenarnya yang akan dilakukan oleh peneliti dalam penelitiannya.


4.1. Latar Belakang Masalah

Di latar belakang masalah dijelaskan, apa saja kendala yang dihadapi oleh pengelola apotek dalam menjalankan kegiatannya. Mungkin saja kendala yang dihadapi adalah (a) kurangnya pegawai, (b) pegawai sering membolos, (c) kekurangan mesin dan petugas kasir, (d) kesulitan membuat laporan keuangan per hari, (e) kesulitan dalam menghitung stok barang, (f) kesulitan dalam pendataan pelanggan, terutama pelanggan yang menggunakan resep, dan sebagainya. Jadi, di latar belakang masalah ini dijelaskan kesulitan-kesulitan yang dihadapi pengelola apotek (unit usaha yang diteliti) yang sedang diamati.

4.2. Batasan Masalah

Tentu saja, dari sekian banyak masalah yang dihadapi apotek tersebut tidak dapat diselesaikan seluruhnya (terutama dengan bidang ilmu komputer). Sehingga, isi batasan masalah adalah pemilihan masalah mana yang akan diselesaikan dengan PI ini.
Misalkan, batasan masalahnya adalah, PI ini akan dibatasi pada masalah kesulitan dalam pembuatan laporan keuangan per hari, pendataan pelanggan, dan penghitungan stok obat.

4.3. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah yang telah dipilih, dirumuskan masalah tersebut dengan kalimat tanya. Dengan kalimat tanya tersebut, diharapkan para pembaca lebih tahu ke arah mana PI ini akan digiring.
Rumusan masalahnya adalah : bagaimana rancangan sistem komputerisasi untuk menyelesaikan masalah pembuatan laporan keuangan per hari, pendataan pelanggan, dan penghitungan stok obat di apotek tersebut ?.
Dari sini pembaca akan tahu bahwa PI ini ditulis untuk membuat perancangan sistem komputerisasi guna mecahkan masalah di atas.

4.3. Tujuan Penelitian

Tentu saja, tujuan penelitian ini adalah untuk memecahkan masalah (yang telah dibatasi) di atas. Namun demikian, tujuan-tujuan lainnya (efek positif dari perancangan sistem) boleh saja ditulis. Misalkan, diharapkan akan meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan meningkatnya kualitas pelayanan, maka para pelanggan akan merasa puas, dan diharapkan pelanggan akan bertambah yang dapat meningkatkan penghasilan apotek.

4.4. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian berisi mengenai bagaimana cara kita melakukan penelitian. Misalkan, penelitian ini dilakukan melalui studi lapangan yaitu dengan cara pengamatan, wawancara, penyebaran kuisioner, dan sebagainya.
Penelitian juga dilakukan dengan membaca buku-buku teori tentang perancangan sistem, keuangan, perapotekan, dan contoh-contoh kasus yang menyerupai kasus yang akan dibahas.

4.5. Sistematika Penulisan

Di sini dijelaskan mengenai pembabakan penulisan, Bab 1 mengenai apa, Bab 2 mengenai apa, dan seterusnya. Pembabakan ini dibuat selogis (terurut) mungkin.

5 BAB LANDASAN TEORI

Di bab ini diungkapkan teori-teori yang digunakan Penulis untuk memcahkan masalah. Selain teori, bisa juga dimasukkan alat-alat (tools) perancangan sistem, namun demikian tools tersebut hanya digunakan sebagai pelengkap saja, teori utamanya harus dikedepankan.
Misalkan, pada pembahasan ini teori yang perlu disampaikan adalah apa itu laporan keuangan ?, bagaimana bentuknya ?, apa isinya ?. Lalu, apa itu stok ?, bagaimana mengatur stok ?, dan berbagai teori yang dibutuhkan.
Adapun mengenai tools-nya, bisa berupa gambar-gambar DFD, ERD, flowchart, maupun statements atau penjelasan dari bahasa pemrograman yang digunakan (seperlunya saja)


6. BAB ANALISIS dan PEMBAHASAN

Di bab ini dijelaskan secara runut (logis) mengenai langkah-langkah pemecahan masalah yang dilakukan. Bisa dimulai dengan menganalisis permasalahan (di sub-bab batasan masalah), kenapa masalah itu bisa terjadi, apa saja kendalanya, dan apa langkah penyelesaiannya. Selanjutnya dilakukan proses atau prosedur atau langkah-langkah penyelesaian dari sub-bab rumusan masalah.

7. BAB PENUTUP

Pada bab penutup ini, isinya adalah kesimpulan dan saran. Kesimpulan adalah jawaban mengenai “apakah pembahasan yang telah dilakukan dapat memecahkan masalah ?.” Jawaban harus jujur (sesuai dengan norma-norma keilmiahan). Saran berisi mengenai hal-hal yang dapat dikembangkan dari PI yang sudah diselesaikannya ini. Saran juga dapat berisi mengenai penyempurnaan dari PI yang karena sesuatu hal belum dapat dilakukan secara sempurna di sini (misalkan, hendaknya pihak apotek memiliki format kertas yang standar untuk mencetak laporan keuangan harian agar pencetakan dapat menghemat tinta printer dan lebih cepat, dan sebagainya).

8. LAMPIRAN

Lampiran berisi berkas-berkas yang merupakan pendukung penelitian dan penulisan, misalkan bisa berupa listing program, print-out laporan keuangan, lay-out di monitor komputer, surat persetujuan penelitian di apotek, dan sebagainya.

9. PENGALAMAN KESALAHAN

Berikut akan dijelaskan mengenai kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan mahasiswa berdasarkan pengalaman kami dalam membimbing dan menguji PI selama ini.

9.1. Menggunakan kata ganti orang

Masih banyak yang menulis PI seperti menulis buku (dalam hal ini, Penulis mengajak pembaca berpikir atau belajar kepadanya), misalkan pada kalimat-kalimat :
(a) Seperti sudah kita ketahui bersama ...........(ada kata “kita”)
(b) Dalam hal ini, Penulis meyakini bahwa ..... (ada kata “Penulis”)
(c) Bisa Anda lihat di sini ................................ (ada kata “Anda”)

Jadi, jangan gunakan kata ganti orang. Untuk mencegah itu, gunakanlah kalimat pasif, misalkan pada (c) Bisa dilihat di sini ...., dan sebagainya.

9.2 Menggunakan kata perintah

Jangan menggunakan kata atau kalimat perintah di PI yang menjadikan seakan para pembaca adalah ’murid’-nya. Misalkan pada kalimat :

(a) Lihatlah, bahwa berdasarkan .......(ada kata perintah “Lihatlah”)
(b) Untuk itu, klik-lah mouse sebanyak dua kali ....(ada kata “klik-lah)

Kembali, gunakan kalimat pasif, misalkan “Dilihat, bahwa berdasarkan...” agar semua penulisan ini dilakukan sendiri oleh si penulis PI.

9.3. Penggunakan suku kata “di”

Masih banyak yang tidak mengerti kapan suku kata “di” harus dijadikan penunjuk tempat, atau menjadi kata depan, sehingga banyak yang menulis :

(a) Pernyataan diatas sudah tepat ....... (“di” yang digabung dengan kata)
(b) Karenanya, harus di lakukan ...........(”di” yang dipisah dengan kata)

yang seharusnya ditulis : (a) di atas, dan (b) dilakukan.

“Di” dipisah dengan kata berikutnya bila ia menunjukkan tempat, misalkan di Jakarta, di samping, di sini, dan semacamnya.

9.4. Menerangkan kehebatan perkembangan komputer di Latar Belakang Masalah

Sewaktu kita menuliskan masalah di latar belakang masalah, jangan kita bicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pemecahan masalah atau yang tidak ada kaitan langsung dengan masalah. Jadi, cerita mengenai perkembangan komputer yang demikian pesat, dan semacamnya tidak perlu kita tuliskan, karena perkembangan komputer tersebut bukan menjadi masalah kita.

9.5. Kesimpulan yang sama dengan yang ada di Latar Belakang Masalah

Banyak yang menulis segala sesuatu di kesimpulam ternyata hanya mengulang tulisan yang pernah ada di latar belakang masalah atau di bagian lain. Padahal, kesimpulan adalah segala sesuatu yang baru kita dapatkan setelah penelitian kita lakukan.
Ibarat menonton sebuah film, maka kesimpulan terhadap sebuah film adalah film tersebut bagus, biasa-biasa saja, atau tidak bagus. Begitu juga dengan PI, di kesimpulan adalah penjelasan mengenai bagus (sesuai dengan yang diharapkan untuk menyelesaikan masalah), biasa-biasa saja (tidak semuanya sesuai dengan yang diharapkan), atau tidak bagus (sama sekali tidak membantu memecahkan masalah).

Sunday, May 16, 2010

Latar belakang masalah pada penelitian dengan tema: komunikasi lintas budaya dalam resolusi konflik pada pernikahan antar budaya

Latar Belakang Masalah Pada Penelitian dengan Tema: Komunikasi Lintas Budaya Dalam Resolusi Konflik Pada Pernikahan Antar budaya

Indonesia adalah negara yang terdiri dari beragam etnis. Karena keragaman etnis inilah makanya banyak terjadi perkawinana campur. Pernikahan antar etnis seperti etnis Madura dan Melayu sbebnarnya sudah cukup lazim. Smemntara perkawinan antara Madura dan Cina sudah ada meski sedikit. Hal seperti ini kerap terjadi, seperti diulas di detik forum mengenai hubungan antar etnis Thionghoa dan etnis asli Indonesia. Banyak yang pro dan kontra dalam menanggapi masalah ini. Bagian yang pro adalah mereka yang setuju bahwa tidak ada lagi perbedaan antara etnis Thionghoa dengan etnis manapun, dan hasilnya keluarga mereka tetap harmonis. Sedangkan yang kontra adalah mereka yang tetap memilih sesama etnis dalam memilih pasangan hidupnya, yang tentu saja hal ini dikarenakan pertimbangan mereka masing-masing. Alasan umumnya adalah ingin tetap mempertahankan keturunan serta budayanya.

Untuk melakukan perkawinan beda etnis ini tentu saja didalamnya terdapat hambatan-hambatan. Jika ditelusuri lagi hambatan ini tentunya dikarenakan latar belakang budaya yang berbeda serta kerangka pola berpikir setiap induvidu. Seperti kita ketahui bahwa, permasalahan diskriminasi etnis Thionghoa di Indonesia merupakan warisan sejarah masa lampau ketika Belanda menerapkan politik devide et impera (politik memecah belah). Belanda mengadu domba antara golongan pribumi dengan etnis Thionghoa yang membuat mereka saling membenci. Secara tidak langsung melalui hal ini, antara etnis Thionghoa dan etnis non Thionghoa mengalami gap yang membuat mereka tidak bisa berbaur menjadi satu, yang tentu saja menjadikan salah satu hambatan ketika akan melakukan suatu hubungan etnis.

Hambatan-hambatan lain pun masih akan tetap ada. Hambatan yang terjadi ini seperti dikucilkan dari golongan mereka masing-masing, sering dipergunjingkan orang-orang. Perbedaan budaya, pengaruh lingkungan, sosiologi serta psikologi jugalah yang sering menjadi hambatan dalam berelasi dengan orang disekitar kehidupan kita yang berasal dari berbagai latar belakang budaya. Selain itu faktor agama juga menjadi hambatan yang sangat riskan. Banyak pasangan berbeda agama yang terpaksa mengikuti keyakinan agama pasangannya agar pernikahan mereka bisa disahkan secara hukum, atau banyak pola hubungan yang kandas di tengah jalan karena banyaknya hambatan yang muncul baik dari keluarga maupun negara.

Etnis masyarakat Malang terkenal religius, dinamis, suka bekerja keras, lugas dan bangga identitasnya sebagai anak Malang (AREMA). Komposisi penduduk asli berasal dar berbagai etnis, karena etnis Thionghoa menjadi etnis yang minoritas, tetapi didaerah pecitan malang sudah cukup banyak pasangan beretnis Thionghoa dan Jawa yang melalukan perkawinan beda budaya. Tetapi hal yang menarik adalah ketika pria yang beretnis Thionghoa menikah dengan etnis lain yang dalam penelitian ini dipilih perempuan yang beretnis jawa.

Hambatan mengenai gap yang tejadi masih terlihat. Seperti yang disebutkan dalam buku Haryono. Bahwa beberapa lingkungan, apabila mau diakui hubungan antar masyrakat Thionghoa dan Jawa kurang begitu harmonis, sehingga masih terbentuk stereotip-stereotip kuat tentang orang Thionghoa di Indonesia. Sebaliknya orang Thionghoa menumbuhkan stereotip tertentu tentang orang Jawa meskipun tidak atau jarang dilontarkan secara terbuka. Sehingga perbedaan budaya dan etnis inilah yang dapat dijadikan satu penelitian yang menarik.
Masalah utama dalam komunikasi antarbudaya adalah kesalahan dalam persepsi-persepsi sosial yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan buaya yang mempengaruhi proses persepsi. Pemberian makna kepada pesan dalam banyak hal dipengaruhi oleh budaya komunikasi.

Perkawinan antara etnis Thionghoa dan Jawa menjadi yang ingin penulis teliti. Dimana kebiasaan dari etnis Thionghoa yang tetap kental dengan budayanya serta pebedaan agama yang juga bisa menjadi faktor penghambat lainnya. Maka, bagaimana cara menyatukan persepsi masing-masing yang dilandasi dengan budaya dan kerangka pola berpikir yang berbeda supaya dapat meminimalisir hambatan dalam berkomunikasi, sehingga terbentuk suatu komunikasi yang baik.

Perkawinan campur yang melibatkan 2 etnis berbeda biasanya masih membawa kebiasaan budayanya masing-masing. Sehingga dalam melakukan proses komunikasi kedua belah pihak akan mengalami banyak hambatan yang menyebabkan distorsi pesan. Hambatan yang terjadi karena banyaknya perbedaan budaya dari kedua belah pihak.

Nama : Erika
Kelas : 2eb13
Npm : 20208449

Tuesday, May 11, 2010

Membetulkan dan Mengefektifkan Kalimat

MEMBETULKAN DAN MENGEFEKTIFKAN KALIMAT

A.Pengantar

Untuk dapat membetulkan sesuatu, kita harus mengetahui dengan tepat letak kesalahan terlebih dahulu. Tanpa mengetahui letak kesalahannya, suatu pembetulan mungkin justru menyebabkan kesalahan atau kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya. Demikian pula dalam pembetulan suatu kalimat. Kesalahan penyimpangan dari aturan yang benar atau betul. Pada garis besarnya kesalahan itu dapat dibedakan menjadi kesalahan ejaan (termasuk di dalamnya kesalahan tanda baca) dan kesalahan tata bahasa.

Selanjutnya perlu dibedakan antara kalimat yang salah dan kalimat yang kurang efektif. Suatu kesalahan memang bisa saja memang bisa mengakibatkan tuturan yang bersangkutan kurang efektif, namun ada juga tuturan yang dari sudut tata bahasa tidak salah, tetapi juga kurang efektif. Sudah barang tentu dalam karang–mengarang, bentuk–bentuk tuturan yang kurang efektif itu harus diubah agar menjadi efektif.

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat ditangkap dan mudah dipahami oleh pembaca, menghayati masing- masing tuturan itu. Keterpahaman inilah yang menjadi salah satu kriteria kalimat efektif. Kriteria lain adalah kelaziman. Pemakaian kata, susunan frasa dan kalimat tertentu dipandang lazim dalam ragam bahasa tertentu, namun belum tentu lazim dalam ragam bahasa lain. Dalam karangan keilmuan sudah barang tentu diharapkan memakai kata, susunan frasa dan kalimat yang lazim dalam ragam bahasa keilmuan.

B. Kesalahan Kalimat

Kesalahan kalimat dapat dibedakan dari dua segi, yakni kesalahan internal dan kesalahan eksternal . Kesalahan internal adalah kesalahan kalimat yang diukur dari unsur-unsur dalam kalimat, sedangkan kesalahan eksternal diukur dari unsur luar kalimat yang bersangkutan. Di sini kesalahan eksternal itu diukur dari kalimat-kalimat lain yang menjadi konteks atau lingkungannya.

Kesalahan dari segi internal dapat dipilah menjadi beberapa tipe. Tipe pertama adalah kesalahan kandungan isi yang menyebabkan kalimat menjadi tidak logis sebagaimana tampak pada contoh-contoh berikut.
(1) Menurut Habibi (dalam Nimbar, 1993) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan secara tepat guna diarahkan untuk memberantas kemiskinan dan keterbelakangan.
(2) Dengan pemakaian pupuk urea pil dapat menyuburkan tanaman dan meningkatkan produksi pertanian
(3) Di dalam artikel itu menyuratkan bahwa sumber daya alam yang bermacam-macam di Indonesia ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
(4) Kepada semua informan mendapatkan dua macam instrumen yaitu angket dan catatan kegiatan
Semua kalimat di atas merupakan kalimat yang tidak logis. Untuk membuktikan itu dapat digunakan pertanyaan-pertanyaan mengenai isi setiap kalimat itu. Pada kalimat (1) dapat dinyatakan siapa yang menyatakan. Jika dinyatakan hal itu, jawaban tidak ada, walaupun bisa saja dijawab dengan Habibi. Akan tetapi, Habibi pada kalimat (1) itu tidak menempati pokok kalimat, melainkan keterangan sebagaimana disyaratkan oleh kata mereka. Jadi, pertanyaan itu sebenarnya tidak dapat dijawab dengan
Habibi. Baru bisa dijawab dengan Habibi jika kalimatnya diubah menjadi Habibi (dalam Nimbara, 1993) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan secara tepat guna diarahkan untuk memberantas kemiskinan dan keterbelakangan.

Pertanyaan tentang pokok kalimat juga tidak dapat dikenakan pada kalimat
(2). Jika dipertanyakan dengan kalimat Apa yang menyuburkan tanaman?, jawaban tidak dapat dicari dalam kalimat itu. Barulah jawaban dapat ditemukan jika frasa dengan pemakaian dihilangkan sehingga kalimatnya menjadi Pupuk Urea Pil dapat menyuburkan tanaman dan meningkatkan produksi pertanian.
Dengan pola pertanyaan yang sama, jawaban juga tidak dapat ditemukan dalam kalimat (3). Jawaban baru dapat dicari jika kalimat (3) itu diubah menjadi kalimat-kalimat di bawah ini :.
Artikel itu menyuratkan bahwa sumber daya alam yang bermacam-macam di Indonesia ini belum dimanfaatkan secara maksimal. atau Di dalam artikel itu tersurat (disuratkan) bahwa sumber daya alam yang bermacam-macam di Indonesia ini Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal. Jika dipertanyakan dengan kalimat Siapa yang mendapatkan dua macam instrumen? Jawaban tidak dapat dicari dalam kalimat (4). Jawaban terhadap kalimat itu baru dapat diarahkan ke semua informan jika kalimat (4) itu diubah menjadi kalimat berikut. Semua informan mendapatkan dua macam instrumen, yaitu angket dan catatan kegiatan. Alternatif lain yang merupakan ubahan kalimat (4) masih ada. Unsur mendapat diubah menjadi diberikan sehingga terwujud kalimat yang logis berikut.

Kepada semua informan diberikan dua macam instrumen, yaitu angket dan catatan kegiatan. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kelogisan kalimat akan tampak pada kejelasan fungsional antarunsur kalimat. Kejelasan hubungan itu ditampakkan pada hubungan antara unsur pokok (subjek), sebutan (predikat), objek, pelengkap, dan keterangan. Ketidakjelasan hubungan fungsional dapat menyebabkan gagasan dalam kalimat menjadi berbelit-belit sehingga sulit dipahami orang lain sebagaimana tampak pada contoh-contoh berikut.
1. Prestise pekerjaan merupakan kegiatan yang dilakukan sehari-hari dalam usaha mencapai nafkah atau penghasilan, yang diutamakan di sini pekerjaan responden atau suami dan ini berpedoman pada Treiman Accupational yang telah divalidasi yang telah divalidasi dan reliabilitas, sehingga skornya berbeda dengan berskala interval.
2. Pertambahan penduduk dalam jumlah besar menyebabkan peningkatan kemelaratan serta distribusi, pangan yang tidak mencukupi, kesemuanya itu membantu bertambahnya jumlah penduduk yang lapar dan kurang gizi, kekurangan gizi yang berkelanjutan menyebabkan kekurangan gizi musiman atau kekuarangan gizi tetap yang secara teratur bahkan merupakan bagian hidup dari banyak penduduk atau keluarga.
3. Dalam sayuran daun hijau sudah terdapat pengadaan gizi yang lengkap, Disamping kesalahan logika, kesalahan kalimat dapat terjadi ketidaklengkapan. Kalimat yang tidak lengkap itu hanya mengandung sebagian saja unsur-unsur yang seharusnya ada. Perhatikan dua buah kalimat yang terdapat pada teks berikut!
(1) Situasi pasar bunga memang tidak menggembirakan. Sehingga pada pedagang bunga mulai berusaha di bidang bisnis yang lain.

Kalimat kedua pada teks tersebut merupakan kalimat yang hanya diisi keterangan. Akan lebih baik jika kalimat kedua itu diintegrasikan menjadi satu dengan kalimat sebelumnya atau diupayakan menjadi kalimat yang dapat berdiri sendiri, sebagaimana tampak pada hasil perbaikannya berikut.
(1a)Situasi pasar bunga memang tidak menggembirakan sehingga para pedagang bunga mulai berusaha di bidang bisnis yang lain. atau
(1b)Situasi pasar bunga memang tidak menggembirakan. Para pedagang bunga mulai berusaha dibidang bisnis yang lain.
Kalimat yang digunakan adalah kalimat-kalimat yang padat. Karena itu, kalimat-kalimat yang boros dan kata-kata dipandang sebagai kalimat yang tidak baik walaupun kalimat itu benar dari segi gramatika. Kalimat berikut ini merupakan kalimat yang boros.
Berdasarkan sifat masalah dan tujuan penelitian ini maka rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif. Kalimat tersebut dapat dibuat menjadi lebih ringkas. Bandingkan kalimat itu dengan kalimat ringkas berikut: Berdasarkan sifat masalah dan tujuan penelitian ini, rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif.
Kesalahan kalimat secara eksternal diukur dari cocok tidaknya sebuah kalimat-kalimat yang lain. Perhatikan kalimat-kalimat yang terdapat pada paragraf berikut. Proyek lembah Dieng terletak di dukuh Sumberjo, desa Kalisungo yang termasuk dalam daerah Kabupaten Malang. Daerah Malang yang sejuk terdiri dari pegunungan-pegunungan kecil.
Dua buah kalimat dalam paragraf tersebut benar-benar internal, tetapi salah secara eksternal. Kedua kalimat itu tidak membentuk satu gagasan yang utuh dan padu dalam paragraph.

C. Membetulkan Kesalahan Kalimat
Ada beberapa jenis kesalahan dalam menyusun kalimat.
1.Kalimat tanpa Subjek

Dalam menyusun sebuah kalimat seringkali dengan kata depan atau preposisi, lalu verbanya menggunakan bentuk aktif atau berawalan meN-baik dengan atau tanpa akhiran –kan. Dengan demikian dihasilkan kalimat – kalimat salah seperti di bawah ini.
(1). Bagi yang merasa kehilangan buku tersebut harap mengambilnya di kantor.
(2). Untuk perbaikan prasarana pengairan tersebut memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat.
(3). Dengan beredarnya koran masuk desa bermanfaat sekali bagi masyarakat pedesaan.
Untuk membetulkan kalimat di atas dapat dilakukan dengan
a) Menghilangkan kata depan pada masing – masing kalimat tersebut, atau
b) Mengubah verba pada kalimat tersebut, misalnya dari aktif menjadi pasif.

Jadi kemungkinan pembetulan kelima kalimat adalah
(1) Yang merasa kehilangan buku tersebut harap mengambilnya di kantor.
(2) Perbaikan prasarana pengairan tersebut memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat. (3) Hadirin yang menginginkan terbitan lembaran sastra dapat menghubungi bagian sirkulasi.
(4) Beredarnya koran masik desa bermanfaat sekali bagi masyarakat pedesaan

Dalam pembetulan di atas, maka subjeknya menjadi lebih jelas, yaitu berturut – turut adalah yang merasa kehilangan buku tersebut, perbaikan prasarana pengairan tarsebutpartisipasi aktif dari masyarakat, rapat lenglap fakults sastra ini, pergantian pengurus, hadirin yang menginginkan terbitan lembaran sastra, dan beredarnya koran masuk desa. Perlu dicatat bahwa dalam kalimat di atas tersusun dengan pola inversi, subjeknya berada di belakang predikat. Terjadinya kesalahan seperti kalimat (1 s.d. 3) di atas karena mengacaukan dua struktur kalimat yang benar.

2. Kalimat dengan Objek Berkata Depan

Kesalahan yang telah dibicarakan di atas dapat dikatakan sebagai kesalahan pemakaian kata depan pada awal kalimat yang biasanya diduduki subjek. Kesalahan pemakaian kata depan itu juga sering ditemui pada objek. Sebagai contoh:
(5) Hari ini kita tidak akan membicarakan lagi mengenai soal harga, tetapi soal ada tidaknya barang itu.
(6). Dalam setiap kesembatan mereka tidak bosan – bosannya mendiskusikan tentang dampak positif pembuatan waduk itu.
Kalimat (5) dan (6) dapat dibetulkan dengan menghilangkan kata depan mengenai pada kalimat (5) dan tentang pada kalimat (6). Kesalahan seperti pada contoh (5 dan 6) ini juga terjadi karena mengacaukan dua bentuk yang benar, yaitu: Membicarakan soal harga Berbicara mengenai soal harga Mendiskusikan dampak positif pembuatan waduk Berdiskusi tentang dampak positif pembuatan waduk Perlu dicatat bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa verba dan kata depan yang sudah merupakan paduan, misalnya:
Bertentangan dengan, bergantung pada, berbicara tentang, menyesal atas, keluar dari, sesuai dengan, serupa dengan.

3.Konstruksi Pemilik Berkata Depan

Kesalahan pemakaian kata depan lain yang ditemui pada konstruksi frasa: termilik + pemilik. Secara berlebihan sering ditemui adanya kecenderungan mengeksplisitkan hubungan antara termilik dengan permilik dengan memakai kata depan dari atau daripada, misalnya: (7) Kebersihan lingkungan adalah keburtuhan dari warga. (8)Buku – buku daripada perpustakaan perlu ditambah. Konstruksi frasa yang sejenis dengan kebutuhan dari warga dan buku – buku daripada perpustakaan ini sering kita dengar dalam pidato – pidato (umumnya tanpa teks). Misalnya:
(9) Biaya dari pembangunan jembatan ini; kenaikan daripada harga – harga barang elektronik. Dalam karangan keilmuan konstruksi frasa yang tidak baku seperti di atas hendaknya dihindari karena dalam bahasa Indonesia hubungan “termilik” + pemilik bersifat implisit. Karena terpengaruh oleh (antara lain) bahasa Jawa hubungan “termilik + pemilik” sering dieksplesitkan dengan sufiks nya, misalnya:
(10) rumahnya Heri
bajunya Riki
pemakaiannya seperti contoh (16) perlu dihindari. Namun hal yang lain, “termilik +pemilik itu perlu dipertegas dengan sufiks –nya.
Bandingkan kedua contoh di bawah ini!
guru Parman dengan gurunya Parman
Bapak Martono dengan bapaknya Martono
Kesalahan yang sering terjadi ialah pemakaian verba seperti pada kalimat di bawah ini, misalnya:

(11) Setelah semuanya siap, mereka menaburi benih ikan yang terpilih.
(12) (setiap bulan), kakaknya selalu mengirimi uang.
(13) Panitia menyerahkan hadiah lomba ketramilan remaja pada acara penutupan. Kesalahan seperti kalimat
(11) dapat dibetulkan dengan melengkapi ‘tempat’ menaburi benih ikan yang terpilih, misalnya kolam itu, sehingga kalimat yang betul adalah:
(11a) Setelah semuanya siap, menaburi benih ikan yang terpilih kolam itu.
(11b) Setelah semuanya siap, mereka mereka menaburi kolam itu dengan benihikan
yang terpilih. Dengan pembetulan itu, maka makna kalimatnya menjadi jelas. Jika dipertahankan seperti kalimat (11a) makna kalimat itu tidak jelas karena dapat ditafsirkan juga ‘menaburi sesuatu pada benuh yang terpilih’. Padahal penafsiran yang demikian bukan yang dimaksud dalam kalimat (11b).

4. Kalimat yang ‘pelaku’ dan verbanya tidak bersesuaian

Dalam kalimat dasar, verba dapat dibedakan menjadi verba yang menuntut hadirnya satu ‘pelaku’ dan verba yang menuntut hadirnya lebih dari satu ‘pelaku’. Dalam pembentukan kalimat, kesalahan yang mungkin terjadi ialah yang penggunaan verba dua ‘pelaku’, namun salah satu ‘pelakunya’ tidak tercantumkan, contoh:
(12) Dalam perkelahian itu dia berpukul-pukulan dengan gencarnya.
(13) Dalam seminar itu dia mendiskusikan perubahan sosial masyarakat pedesaan sampai berjam – jam.

Dalam kalimat ( 12 ) verba berpukul-pukulan menuntut hadirnya dua pelaku, yaitu dia
dan orang lain, misalnya Joni.
( 13 ) Dalam perkelahian itu dia berpukul-pukulan dengan Joni. Demikian pula kalimat ( 13 ), di samping pelaku dia diperlukan hadirnya pelaku lain sebagai mitra diskusi, misalnya para pakar, sehingga kalimat ( 13 ) menjadi : ( 13a ) Dalam seminar itu, dia mendiskusikan perubahan sosial masyarakat pedesaan dengan para pakar.

5. Penempatan yang Salah Kata Aspek pada Kalimat Pasif Berpronomina

Menurut kaidah, kanstruksi pasif berpronomina berpola aspek + pronomina + verba dasar. Jadi tempat kata aspek adalah di depan pronomina. Kesalahan yang sering terjadi ialah penempatan aspek di antara pronomina dengan verba atau dalam pola: *pronomina + aspek + verba dasar, misalnya
(14 ) *saya sudah katakan bahwa…. *kita sedang periksa…. *kami telah teliti….
Bentuk – bentuk seperti contoh ( 14 ) dapat dibetulkan dengan memindahkan kata aspek ke depan pronomina menjadi sebagai berikut :
( 14a ) sudah saya katakan bahwa ….. sedang kita periksa …. telah kami teliti ….

6. Kesalahan Pemakaian Kata Sarana

Dalam menyusun kalimat sering dipakai kata sarana,kata sarana itu dapat berupa kata depan dan kata penghubung. Kata depan lazimnya terdapat dalam satu frasa depan, sedang kata penghubung umumnya terdapat dalam kalimat majemuk baik yang setara maupun yang bertingkat. Kesalahan pemakaian kata depan umumnya terjadi pada pemakaian kata depan di, pada, dan dalam. Ketiga kata depan ini sering dikacaukan,misalnya:
( 15 ) Di saat istirahat penyuluh mendatangi para petani.
( 16 ) Benih itu ditaburkan pada kolam yang baru.
( 17 ) Dalam tahun 1965 terjadi pemberontakan G 30 S/PKI.
Kata depan di ( 15 ) seharusnya adalah pada; kata depan pada (16 ) seharusnya adalah dalam atau ke dalam; kata depan dalam
( 17 ) seharusnya adalah pada. Adapun kesalahan pemakaian kata penghubung umumnya terjadi karena ketidaksesuaian antara pamakaian kata penghubung dan makna hubungan antarklausanya, misalnya:
( 18 ) Rapat hari ini ditunda berhubung peserta tidak memenuhi kuorum Kata penghubung berhubung ( 18 ) seharusnya diganti karena atau sebab, menjadi kalimat di bawah ini.
( 18a ) Rapat hari ini ditunda karena peserta tidak memenuhi kuorum. Rapat hari ini ditunda sebab peserta tidak memenuhi kuorum.
Dalam hal ini perlu dicatat bahwa pemakaian kata penghubung karena sebaiknya tidak mengikuti verba disebabkan ( 18b ) Rapat hari ini ditunda disebabkan karena peserta tidak memenuhi kuorum. Pemakaian disebabkan karena merupakan pemakaian yang berlebihan, sehingga perlu dihemat seperti dalam kalimat berikut.
(18c ) Rapat hari ini ditunda disebabkan peserta tidak memenuhi kuorum.
Kesalahan pemakaian kata penghubung lain, misalnya:
( 19 ) Penanaman rumput gajah bagi masyarakat pedesaan berguna untuk menyediakan pakan ternak juga mencegah adanya penggembalaan liar.
( 20 ) Pemasukan negara dari sektor pariwisata cukup besar, maka pemerintah berusaha terus membangun daerah-daerah wisata baru.
Pemakaian kata juga ( 19 ) seharusnya diganti kata dan, sedangkan kata maka ( 20 ) tidak tepat karena kata maka lazimnya hadir berpasangan dengan kata penghubung karena. Kalimat ( 20 ) akan lebih tepat jika diubah menjadi :
( 20a ) Karena pemasukan negara dari sektor pariwisata cukup besar, maka pemerintah berusaha membangun daerah-daerah wisata baru.




D. Efektivitas Kalimat

Ada beberapa yang mengakibatkan suatu kalimat menjadi kurang efektif..Penyebab suatu tuturan menjadi kurang efektif.

1.Kurang Padunya Kesatuan Gagasan
Telah kita ketahui bahwa setiap tuturan terdiri atas beberapa bagian atau satuan gramatikal. Agar tuturan itu memiliki kesatuan gagasan, satuan-satuan gramatikalnya harus lengkap. Di samping itu, masing – masing satuan tersebut hendaknya mendukung satu gagasan utama atau ide pokoknya. Perhatikanlah contoh berikut ini:
( 21 ) Setamat dari SMA, Wati bercita-cita melanjutkan studinya di Fakultas Ekonomi. Fakultas Ekonomi didirikan pada tahun 1972. Dosen, asisten, dan karyawannya mempunyai dedikasi yang cukup tinggi. Contoh ( 21 ) memang tidak memiliki kesatuan gagasan, bahkan merupakan tuturan yang janggal. Mungkinkah Wati sudah mengetahui kapan Fakultas Ekonomi didirikan, dedikasi dosen dan asisten serta karyawannya yang cukup tinggi, sementara bagi Wati masuk Fakultas Ekonomi itu masih merupakan cita-cita belaka! Kejanggalan itu menunjukkan bahwa antara gagasan yang diungkapkan pada kalimat pertama tidak padu dengan gagasan yang diungkapkan pada kalimat kedua dan ketiga. Masing-masing kalimat itu cenderung mengungkapkan gagasan tersendiri. Hal ini terjadi karena dalam benak penutur terjadi kerancuan. Sementara penutur baru mengungkapkan cita-cita Wati, gagasan-gagasan lain yang sebenarnya harus dikesampingkan ( terlebih dahulu ) bermunculan.
Dengan mengetahui tidak adanya kasatuan gagasan pada contoh ( 21 ), kita dapat menyimpulkan bahwa kesatuan gagasan akan terwujud bilamana gagasan yang satu bertautan dengan gagasan -gagasan lain. Atau secara teknis, kesatuan gagasan akan terwujud bilamana satuan gramatikal satu dengan satuan gramatikal yang lain memiliki pertautan maknawi.
Dari uraian di atas, agar dalam contoh ( 21 ) terwujud adanya kesatuan gagasan, maka setelah diungkapkan gagasan mengenai ‘cita-cita Wati’ pada kalimat pertama, perlu diungkapkan gagasan-gagasan lain yang ada pertautannya dengan kalimat kedua, ketiga, dan seterusnya. Misalnya saja, setelah diungkapkan ‘cita-cita Wati’ dalam kalimat pertama ( yang nanti akan disebut kalimat topik ), lalu diungkapkan ‘sejak kapan Wati bercita-cita demikian’, ‘mengapa Wati bercita-cita demikian itu’, ‘bagaimana Wati berusaha mencapai cita-citanya itu’, dan mungkinkah cita-cita itu tercapai ?

2. Kurang Ekonomis Pemakaian Kata

Ekonomis dalam berbahasa berarti penghematan pemakaian kata dalam tuturan. Penghematan ini berkaitan dengan masalah keseksamaan penuturan. Agar penuturan menjadi seksama, kata-kata yang dipakai hendaknya sesuai benar dengan gagasan yang ingin diungkapkan. Untuk itu, kata - kata yang tidak diperlukan benar dipandang dari sudut maknanya harus dihindari. Jadi, kehematan itu berkaitan dengan kecukupan. Hal ini berarti kita hendaknya menggunakan kata ( - kata ) tidak lebih dari yang diperlukan. Bandingkan kedua contoh di bawah ini !
(22 ) - membicarakan tentang transmigrasi.
- membicarakan mengenai transmigrasi.
- saling kait-mengait antara yang satu dengan yang lainnya.
- sudah pada tempatnya apabila.
( 22a ) – membicarakan transmigrasi.
- saling mengait antara satu dengan yang lainnya.
- sudah selayaknya apabila
Demi penghematan itu, sebuah kalimat majemuk pun dapat diringkas menjadi kalimat tunggal, misalnya
( 23) Depresi ekonomi bukan hanya dirasakan oleh kaum pribumi lapisan bawah, tetapi juga dirasakan oleh kelompok elite pribumi.
menjadi :
( 23a ) Depresi ekonomi dirasakan oleh kaum pribumi lapisan bawah dan kelompok elite.
atau :
( 23b ) Depresi ekonomi dirasakan kaum pribumi di semua lapisan.

NAMA : ERIKA
NPM : 20208449
KELAS : 2EB13

Membetulkan dan Mengeektifkan Kalimat

MEMBETULKAN DAN MENGEFEKTIFKAN KALIMAT

A.Pengantar

Untuk dapat membetulkan sesuatu, kita harus mengetahui dengan tepat letak kesalahan terlebih dahulu. Tanpa mengetahui letak kesalahannya, suatu pembetulan mungkin justru menyebabkan kesalahan atau kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya. Demikian pula dalam pembetulan suatu kalimat. Kesalahan penyimpangan dari aturan yang benar atau betul. Pada garis besarnya kesalahan itu dapat dibedakan menjadi kesalahan ejaan (termasuk di dalamnya kesalahan tanda baca) dan kesalahan tata bahasa.

Selanjutnya perlu dibedakan antara kalimat yang salah dan kalimat yang kurang efektif. Suatu kesalahan memang bisa saja memang bisa mengakibatkan tuturan yang bersangkutan kurang efektif, namun ada juga tuturan yang dari sudut tata bahasa tidak salah, tetapi juga kurang efektif. Sudah barang tentu dalam karang–mengarang, bentuk–bentuk tuturan yang kurang efektif itu harus diubah agar menjadi efektif.

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat ditangkap dan mudah dipahami oleh pembaca, menghayati masing- masing tuturan itu. Keterpahaman inilah yang menjadi salah satu kriteria kalimat efektif. Kriteria lain adalah kelaziman. Pemakaian kata, susunan frasa dan kalimat tertentu dipandang lazim dalam ragam bahasa tertentu, namun belum tentu lazim dalam ragam bahasa lain. Dalam karangan keilmuan sudah barang tentu diharapkan memakai kata, susunan frasa dan kalimat yang lazim dalam ragam bahasa keilmuan.

B. Kesalahan Kalimat

Kesalahan kalimat dapat dibedakan dari dua segi, yakni kesalahan internal dan kesalahan eksternal . Kesalahan internal adalah kesalahan kalimat yang diukur dari unsur-unsur dalam kalimat, sedangkan kesalahan eksternal diukur dari unsur luar kalimat yang bersangkutan. Di sini kesalahan eksternal itu diukur dari kalimat-kalimat lain yang menjadi konteks atau lingkungannya.

Kesalahan dari segi internal dapat dipilah menjadi beberapa tipe. Tipe pertama adalah kesalahan kandungan isi yang menyebabkan kalimat menjadi tidak logis sebagaimana tampak pada contoh-contoh berikut.
(1) Menurut Habibi (dalam Nimbar, 1993) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan secara tepat guna diarahkan untuk memberantas kemiskinan dan keterbelakangan.
(2) Dengan pemakaian pupuk urea pil dapat menyuburkan tanaman dan meningkatkan produksi pertanian
(3) Di dalam artikel itu menyuratkan bahwa sumber daya alam yang bermacam-macam di Indonesia ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
(4) Kepada semua informan mendapatkan dua macam instrumen yaitu angket dan catatan kegiatan
Semua kalimat di atas merupakan kalimat yang tidak logis. Untuk membuktikan itu dapat digunakan pertanyaan-pertanyaan mengenai isi setiap kalimat itu. Pada kalimat (1) dapat dinyatakan siapa yang menyatakan. Jika dinyatakan hal itu, jawaban tidak ada, walaupun bisa saja dijawab dengan Habibi. Akan tetapi, Habibi pada kalimat (1) itu tidak menempati pokok kalimat, melainkan keterangan sebagaimana disyaratkan oleh kata mereka. Jadi, pertanyaan itu sebenarnya tidak dapat dijawab dengan
Habibi. Baru bisa dijawab dengan Habibi jika kalimatnya diubah menjadi Habibi (dalam Nimbara, 1993) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan secara tepat guna diarahkan untuk memberantas kemiskinan dan keterbelakangan.

Pertanyaan tentang pokok kalimat juga tidak dapat dikenakan pada kalimat
(2). Jika dipertanyakan dengan kalimat Apa yang menyuburkan tanaman?, jawaban tidak dapat dicari dalam kalimat itu. Barulah jawaban dapat ditemukan jika frasa dengan pemakaian dihilangkan sehingga kalimatnya menjadi Pupuk Urea Pil dapat menyuburkan tanaman dan meningkatkan produksi pertanian.
Dengan pola pertanyaan yang sama, jawaban juga tidak dapat ditemukan dalam kalimat (3). Jawaban baru dapat dicari jika kalimat (3) itu diubah menjadi kalimat-kalimat di bawah ini :.
Artikel itu menyuratkan bahwa sumber daya alam yang bermacam-macam di Indonesia ini belum dimanfaatkan secara maksimal. atau Di dalam artikel itu tersurat (disuratkan) bahwa sumber daya alam yang bermacam-macam di Indonesia ini Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal. Jika dipertanyakan dengan kalimat Siapa yang mendapatkan dua macam instrumen? Jawaban tidak dapat dicari dalam kalimat (4). Jawaban terhadap kalimat itu baru dapat diarahkan ke semua informan jika kalimat (4) itu diubah menjadi kalimat berikut. Semua informan mendapatkan dua macam instrumen, yaitu angket dan catatan kegiatan. Alternatif lain yang merupakan ubahan kalimat (4) masih ada. Unsur mendapat diubah menjadi diberikan sehingga terwujud kalimat yang logis berikut.

Kepada semua informan diberikan dua macam instrumen, yaitu angket dan catatan kegiatan. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kelogisan kalimat akan tampak pada kejelasan fungsional antarunsur kalimat. Kejelasan hubungan itu ditampakkan pada hubungan antara unsur pokok (subjek), sebutan (predikat), objek, pelengkap, dan keterangan. Ketidakjelasan hubungan fungsional dapat menyebabkan gagasan dalam kalimat menjadi berbelit-belit sehingga sulit dipahami orang lain sebagaimana tampak pada contoh-contoh berikut.
1. Prestise pekerjaan merupakan kegiatan yang dilakukan sehari-hari dalam usaha mencapai nafkah atau penghasilan, yang diutamakan di sini pekerjaan responden atau suami dan ini berpedoman pada Treiman Accupational yang telah divalidasi yang telah divalidasi dan reliabilitas, sehingga skornya berbeda dengan berskala interval.
2. Pertambahan penduduk dalam jumlah besar menyebabkan peningkatan kemelaratan serta distribusi, pangan yang tidak mencukupi, kesemuanya itu membantu bertambahnya jumlah penduduk yang lapar dan kurang gizi, kekurangan gizi yang berkelanjutan menyebabkan kekurangan gizi musiman atau kekuarangan gizi tetap yang secara teratur bahkan merupakan bagian hidup dari banyak penduduk atau keluarga.
3. Dalam sayuran daun hijau sudah terdapat pengadaan gizi yang lengkap, Disamping kesalahan logika, kesalahan kalimat dapat terjadi ketidaklengkapan. Kalimat yang tidak lengkap itu hanya mengandung sebagian saja unsur-unsur yang seharusnya ada. Perhatikan dua buah kalimat yang terdapat pada teks berikut!
(1) Situasi pasar bunga memang tidak menggembirakan. Sehingga pada pedagang bunga mulai berusaha di bidang bisnis yang lain.

Kalimat kedua pada teks tersebut merupakan kalimat yang hanya diisi keterangan. Akan lebih baik jika kalimat kedua itu diintegrasikan menjadi satu dengan kalimat sebelumnya atau diupayakan menjadi kalimat yang dapat berdiri sendiri, sebagaimana tampak pada hasil perbaikannya berikut.
(1a)Situasi pasar bunga memang tidak menggembirakan sehingga para pedagang bunga mulai berusaha di bidang bisnis yang lain. atau
(1b)Situasi pasar bunga memang tidak menggembirakan. Para pedagang bunga mulai berusaha dibidang bisnis yang lain.
Kalimat yang digunakan adalah kalimat-kalimat yang padat. Karena itu, kalimat-kalimat yang boros dan kata-kata dipandang sebagai kalimat yang tidak baik walaupun kalimat itu benar dari segi gramatika. Kalimat berikut ini merupakan kalimat yang boros.
Berdasarkan sifat masalah dan tujuan penelitian ini maka rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif. Kalimat tersebut dapat dibuat menjadi lebih ringkas. Bandingkan kalimat itu dengan kalimat ringkas berikut: Berdasarkan sifat masalah dan tujuan penelitian ini, rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif.
Kesalahan kalimat secara eksternal diukur dari cocok tidaknya sebuah kalimat-kalimat yang lain. Perhatikan kalimat-kalimat yang terdapat pada paragraf berikut. Proyek lembah Dieng terletak di dukuh Sumberjo, desa Kalisungo yang termasuk dalam daerah Kabupaten Malang. Daerah Malang yang sejuk terdiri dari pegunungan-pegunungan kecil.
Dua buah kalimat dalam paragraf tersebut benar-benar internal, tetapi salah secara eksternal. Kedua kalimat itu tidak membentuk satu gagasan yang utuh dan padu dalam paragraph.

C. Membetulkan Kesalahan Kalimat
Ada beberapa jenis kesalahan dalam menyusun kalimat.
1.Kalimat tanpa Subjek

Dalam menyusun sebuah kalimat seringkali dengan kata depan atau preposisi, lalu verbanya menggunakan bentuk aktif atau berawalan meN-baik dengan atau tanpa akhiran –kan. Dengan demikian dihasilkan kalimat – kalimat salah seperti di bawah ini.
(1). Bagi yang merasa kehilangan buku tersebut harap mengambilnya di kantor.
(2). Untuk perbaikan prasarana pengairan tersebut memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat.
(3). Dengan beredarnya koran masuk desa bermanfaat sekali bagi masyarakat pedesaan.
Untuk membetulkan kalimat di atas dapat dilakukan dengan
a) Menghilangkan kata depan pada masing – masing kalimat tersebut, atau
b) Mengubah verba pada kalimat tersebut, misalnya dari aktif menjadi pasif.

Jadi kemungkinan pembetulan kelima kalimat adalah
(1) Yang merasa kehilangan buku tersebut harap mengambilnya di kantor.
(2) Perbaikan prasarana pengairan tersebut memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat. (3) Hadirin yang menginginkan terbitan lembaran sastra dapat menghubungi bagian sirkulasi.
(4) Beredarnya koran masik desa bermanfaat sekali bagi masyarakat pedesaan

Dalam pembetulan di atas, maka subjeknya menjadi lebih jelas, yaitu berturut – turut adalah yang merasa kehilangan buku tersebut, perbaikan prasarana pengairan tarsebutpartisipasi aktif dari masyarakat, rapat lenglap fakults sastra ini, pergantian pengurus, hadirin yang menginginkan terbitan lembaran sastra, dan beredarnya koran masuk desa. Perlu dicatat bahwa dalam kalimat di atas tersusun dengan pola inversi, subjeknya berada di belakang predikat. Terjadinya kesalahan seperti kalimat (1 s.d. 3) di atas karena mengacaukan dua struktur kalimat yang benar.

2. Kalimat dengan Objek Berkata Depan

Kesalahan yang telah dibicarakan di atas dapat dikatakan sebagai kesalahan pemakaian kata depan pada awal kalimat yang biasanya diduduki subjek. Kesalahan pemakaian kata depan itu juga sering ditemui pada objek. Sebagai contoh:
(5) Hari ini kita tidak akan membicarakan lagi mengenai soal harga, tetapi soal ada tidaknya barang itu.
(6). Dalam setiap kesembatan mereka tidak bosan – bosannya mendiskusikan tentang dampak positif pembuatan waduk itu.
Kalimat (5) dan (6) dapat dibetulkan dengan menghilangkan kata depan mengenai pada kalimat (5) dan tentang pada kalimat (6). Kesalahan seperti pada contoh (5 dan 6) ini juga terjadi karena mengacaukan dua bentuk yang benar, yaitu: Membicarakan soal harga Berbicara mengenai soal harga Mendiskusikan dampak positif pembuatan waduk Berdiskusi tentang dampak positif pembuatan waduk Perlu dicatat bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa verba dan kata depan yang sudah merupakan paduan, misalnya:
Bertentangan dengan, bergantung pada, berbicara tentang, menyesal atas, keluar dari, sesuai dengan, serupa dengan.

3.Konstruksi Pemilik Berkata Depan

Kesalahan pemakaian kata depan lain yang ditemui pada konstruksi frasa: termilik + pemilik. Secara berlebihan sering ditemui adanya kecenderungan mengeksplisitkan hubungan antara termilik dengan permilik dengan memakai kata depan dari atau daripada, misalnya: (7) Kebersihan lingkungan adalah keburtuhan dari warga. (8)Buku – buku daripada perpustakaan perlu ditambah. Konstruksi frasa yang sejenis dengan kebutuhan dari warga dan buku – buku daripada perpustakaan ini sering kita dengar dalam pidato – pidato (umumnya tanpa teks). Misalnya:
(9) Biaya dari pembangunan jembatan ini; kenaikan daripada harga – harga barang elektronik. Dalam karangan keilmuan konstruksi frasa yang tidak baku seperti di atas hendaknya dihindari karena dalam bahasa Indonesia hubungan “termilik” + pemilik bersifat implisit. Karena terpengaruh oleh (antara lain) bahasa Jawa hubungan “termilik + pemilik” sering dieksplesitkan dengan sufiks nya, misalnya:
(10) rumahnya Heri
bajunya Riki
pemakaiannya seperti contoh (16) perlu dihindari. Namun hal yang lain, “termilik +pemilik itu perlu dipertegas dengan sufiks –nya.
Bandingkan kedua contoh di bawah ini!
guru Parman dengan gurunya Parman
Bapak Martono dengan bapaknya Martono
Kesalahan yang sering terjadi ialah pemakaian verba seperti pada kalimat di bawah ini, misalnya:

(11) Setelah semuanya siap, mereka menaburi benih ikan yang terpilih.
(12) (setiap bulan), kakaknya selalu mengirimi uang.
(13) Panitia menyerahkan hadiah lomba ketramilan remaja pada acara penutupan. Kesalahan seperti kalimat
(11) dapat dibetulkan dengan melengkapi ‘tempat’ menaburi benih ikan yang terpilih, misalnya kolam itu, sehingga kalimat yang betul adalah:
(11a) Setelah semuanya siap, menaburi benih ikan yang terpilih kolam itu.
(11b) Setelah semuanya siap, mereka mereka menaburi kolam itu dengan benihikan
yang terpilih. Dengan pembetulan itu, maka makna kalimatnya menjadi jelas. Jika dipertahankan seperti kalimat (11a) makna kalimat itu tidak jelas karena dapat ditafsirkan juga ‘menaburi sesuatu pada benuh yang terpilih’. Padahal penafsiran yang demikian bukan yang dimaksud dalam kalimat (11b).

4. Kalimat yang ‘pelaku’ dan verbanya tidak bersesuaian

Dalam kalimat dasar, verba dapat dibedakan menjadi verba yang menuntut hadirnya satu ‘pelaku’ dan verba yang menuntut hadirnya lebih dari satu ‘pelaku’. Dalam pembentukan kalimat, kesalahan yang mungkin terjadi ialah yang penggunaan verba dua ‘pelaku’, namun salah satu ‘pelakunya’ tidak tercantumkan, contoh:
(12) Dalam perkelahian itu dia berpukul-pukulan dengan gencarnya.
(13) Dalam seminar itu dia mendiskusikan perubahan sosial masyarakat pedesaan sampai berjam – jam.

Dalam kalimat ( 12 ) verba berpukul-pukulan menuntut hadirnya dua pelaku, yaitu dia
dan orang lain, misalnya Joni.
( 13 ) Dalam perkelahian itu dia berpukul-pukulan dengan Joni. Demikian pula kalimat ( 13 ), di samping pelaku dia diperlukan hadirnya pelaku lain sebagai mitra diskusi, misalnya para pakar, sehingga kalimat ( 13 ) menjadi : ( 13a ) Dalam seminar itu, dia mendiskusikan perubahan sosial masyarakat pedesaan dengan para pakar.

5. Penempatan yang Salah Kata Aspek pada Kalimat Pasif Berpronomina

Menurut kaidah, kanstruksi pasif berpronomina berpola aspek + pronomina + verba dasar. Jadi tempat kata aspek adalah di depan pronomina. Kesalahan yang sering terjadi ialah penempatan aspek di antara pronomina dengan verba atau dalam pola: *pronomina + aspek + verba dasar, misalnya
(14 ) *saya sudah katakan bahwa…. *kita sedang periksa…. *kami telah teliti….
Bentuk – bentuk seperti contoh ( 14 ) dapat dibetulkan dengan memindahkan kata aspek ke depan pronomina menjadi sebagai berikut :
( 14a ) sudah saya katakan bahwa ….. sedang kita periksa …. telah kami teliti ….

6. Kesalahan Pemakaian Kata Sarana

Dalam menyusun kalimat sering dipakai kata sarana,kata sarana itu dapat berupa kata depan dan kata penghubung. Kata depan lazimnya terdapat dalam satu frasa depan, sedang kata penghubung umumnya terdapat dalam kalimat majemuk baik yang setara maupun yang bertingkat. Kesalahan pemakaian kata depan umumnya terjadi pada pemakaian kata depan di, pada, dan dalam. Ketiga kata depan ini sering dikacaukan,misalnya:
( 15 ) Di saat istirahat penyuluh mendatangi para petani.
( 16 ) Benih itu ditaburkan pada kolam yang baru.
( 17 ) Dalam tahun 1965 terjadi pemberontakan G 30 S/PKI.
Kata depan di ( 15 ) seharusnya adalah pada; kata depan pada (16 ) seharusnya adalah dalam atau ke dalam; kata depan dalam
( 17 ) seharusnya adalah pada. Adapun kesalahan pemakaian kata penghubung umumnya terjadi karena ketidaksesuaian antara pamakaian kata penghubung dan makna hubungan antarklausanya, misalnya:
( 18 ) Rapat hari ini ditunda berhubung peserta tidak memenuhi kuorum Kata penghubung berhubung ( 18 ) seharusnya diganti karena atau sebab, menjadi kalimat di bawah ini.
( 18a ) Rapat hari ini ditunda karena peserta tidak memenuhi kuorum. Rapat hari ini ditunda sebab peserta tidak memenuhi kuorum.
Dalam hal ini perlu dicatat bahwa pemakaian kata penghubung karena sebaiknya tidak mengikuti verba disebabkan ( 18b ) Rapat hari ini ditunda disebabkan karena peserta tidak memenuhi kuorum. Pemakaian disebabkan karena merupakan pemakaian yang berlebihan, sehingga perlu dihemat seperti dalam kalimat berikut.
(18c ) Rapat hari ini ditunda disebabkan peserta tidak memenuhi kuorum.
Kesalahan pemakaian kata penghubung lain, misalnya:
( 19 ) Penanaman rumput gajah bagi masyarakat pedesaan berguna untuk menyediakan pakan ternak juga mencegah adanya penggembalaan liar.
( 20 ) Pemasukan negara dari sektor pariwisata cukup besar, maka pemerintah berusaha terus membangun daerah-daerah wisata baru.
Pemakaian kata juga ( 19 ) seharusnya diganti kata dan, sedangkan kata maka ( 20 ) tidak tepat karena kata maka lazimnya hadir berpasangan dengan kata penghubung karena. Kalimat ( 20 ) akan lebih tepat jika diubah menjadi :
( 20a ) Karena pemasukan negara dari sektor pariwisata cukup besar, maka pemerintah berusaha membangun daerah-daerah wisata baru.




D. Efektivitas Kalimat

Ada beberapa yang mengakibatkan suatu kalimat menjadi kurang efektif..Penyebab suatu tuturan menjadi kurang efektif.

1.Kurang Padunya Kesatuan Gagasan
Telah kita ketahui bahwa setiap tuturan terdiri atas beberapa bagian atau satuan gramatikal. Agar tuturan itu memiliki kesatuan gagasan, satuan-satuan gramatikalnya harus lengkap. Di samping itu, masing – masing satuan tersebut hendaknya mendukung satu gagasan utama atau ide pokoknya. Perhatikanlah contoh berikut ini:
( 21 ) Setamat dari SMA, Wati bercita-cita melanjutkan studinya di Fakultas Ekonomi. Fakultas Ekonomi didirikan pada tahun 1972. Dosen, asisten, dan karyawannya mempunyai dedikasi yang cukup tinggi. Contoh ( 21 ) memang tidak memiliki kesatuan gagasan, bahkan merupakan tuturan yang janggal. Mungkinkah Wati sudah mengetahui kapan Fakultas Ekonomi didirikan, dedikasi dosen dan asisten serta karyawannya yang cukup tinggi, sementara bagi Wati masuk Fakultas Ekonomi itu masih merupakan cita-cita belaka! Kejanggalan itu menunjukkan bahwa antara gagasan yang diungkapkan pada kalimat pertama tidak padu dengan gagasan yang diungkapkan pada kalimat kedua dan ketiga. Masing-masing kalimat itu cenderung mengungkapkan gagasan tersendiri. Hal ini terjadi karena dalam benak penutur terjadi kerancuan. Sementara penutur baru mengungkapkan cita-cita Wati, gagasan-gagasan lain yang sebenarnya harus dikesampingkan ( terlebih dahulu ) bermunculan.
Dengan mengetahui tidak adanya kasatuan gagasan pada contoh ( 21 ), kita dapat menyimpulkan bahwa kesatuan gagasan akan terwujud bilamana gagasan yang satu bertautan dengan gagasan -gagasan lain. Atau secara teknis, kesatuan gagasan akan terwujud bilamana satuan gramatikal satu dengan satuan gramatikal yang lain memiliki pertautan maknawi.
Dari uraian di atas, agar dalam contoh ( 21 ) terwujud adanya kesatuan gagasan, maka setelah diungkapkan gagasan mengenai ‘cita-cita Wati’ pada kalimat pertama, perlu diungkapkan gagasan-gagasan lain yang ada pertautannya dengan kalimat kedua, ketiga, dan seterusnya. Misalnya saja, setelah diungkapkan ‘cita-cita Wati’ dalam kalimat pertama ( yang nanti akan disebut kalimat topik ), lalu diungkapkan ‘sejak kapan Wati bercita-cita demikian’, ‘mengapa Wati bercita-cita demikian itu’, ‘bagaimana Wati berusaha mencapai cita-citanya itu’, dan mungkinkah cita-cita itu tercapai ?

2. Kurang Ekonomis Pemakaian Kata

Ekonomis dalam berbahasa berarti penghematan pemakaian kata dalam tuturan. Penghematan ini berkaitan dengan masalah keseksamaan penuturan. Agar penuturan menjadi seksama, kata-kata yang dipakai hendaknya sesuai benar dengan gagasan yang ingin diungkapkan. Untuk itu, kata - kata yang tidak diperlukan benar dipandang dari sudut maknanya harus dihindari. Jadi, kehematan itu berkaitan dengan kecukupan. Hal ini berarti kita hendaknya menggunakan kata ( - kata ) tidak lebih dari yang diperlukan. Bandingkan kedua contoh di bawah ini !
(22 ) - membicarakan tentang transmigrasi.
- membicarakan mengenai transmigrasi.
- saling kait-mengait antara yang satu dengan yang lainnya.
- sudah pada tempatnya apabila.
( 22a ) – membicarakan transmigrasi.
- saling mengait antara satu dengan yang lainnya.
- sudah selayaknya apabila
Demi penghematan itu, sebuah kalimat majemuk pun dapat diringkas menjadi kalimat tunggal, misalnya
( 23) Depresi ekonomi bukan hanya dirasakan oleh kaum pribumi lapisan bawah, tetapi juga dirasakan oleh kelompok elite pribumi.
menjadi :
( 23a ) Depresi ekonomi dirasakan oleh kaum pribumi lapisan bawah dan kelompok elite.
atau :
( 23b ) Depresi ekonomi dirasakan kaum pribumi di semua lapisan.

NAMA : ERIKA
NPM : 20208449
KELAS : 2EB13

Membetulkan da Mengeektifkan Kalimat

MEMBETULKAN DAN MENGEFEKTIFKAN KALIMAT

A.Pengantar

Untuk dapat membetulkan sesuatu, kita harus mengetahui dengan tepat letak kesalahan terlebih dahulu. Tanpa mengetahui letak kesalahannya, suatu pembetulan mungkin justru menyebabkan kesalahan atau kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya. Demikian pula dalam pembetulan suatu kalimat. Kesalahan penyimpangan dari aturan yang benar atau betul. Pada garis besarnya kesalahan itu dapat dibedakan menjadi kesalahan ejaan (termasuk di dalamnya kesalahan tanda baca) dan kesalahan tata bahasa.

Selanjutnya perlu dibedakan antara kalimat yang salah dan kalimat yang kurang efektif. Suatu kesalahan memang bisa saja memang bisa mengakibatkan tuturan yang bersangkutan kurang efektif, namun ada juga tuturan yang dari sudut tata bahasa tidak salah, tetapi juga kurang efektif. Sudah barang tentu dalam karang–mengarang, bentuk–bentuk tuturan yang kurang efektif itu harus diubah agar menjadi efektif.

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat ditangkap dan mudah dipahami oleh pembaca, menghayati masing- masing tuturan itu. Keterpahaman inilah yang menjadi salah satu kriteria kalimat efektif. Kriteria lain adalah kelaziman. Pemakaian kata, susunan frasa dan kalimat tertentu dipandang lazim dalam ragam bahasa tertentu, namun belum tentu lazim dalam ragam bahasa lain. Dalam karangan keilmuan sudah barang tentu diharapkan memakai kata, susunan frasa dan kalimat yang lazim dalam ragam bahasa keilmuan.

B. Kesalahan Kalimat

Kesalahan kalimat dapat dibedakan dari dua segi, yakni kesalahan internal dan kesalahan eksternal . Kesalahan internal adalah kesalahan kalimat yang diukur dari unsur-unsur dalam kalimat, sedangkan kesalahan eksternal diukur dari unsur luar kalimat yang bersangkutan. Di sini kesalahan eksternal itu diukur dari kalimat-kalimat lain yang menjadi konteks atau lingkungannya.

Kesalahan dari segi internal dapat dipilah menjadi beberapa tipe. Tipe pertama adalah kesalahan kandungan isi yang menyebabkan kalimat menjadi tidak logis sebagaimana tampak pada contoh-contoh berikut.
(1) Menurut Habibi (dalam Nimbar, 1993) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan secara tepat guna diarahkan untuk memberantas kemiskinan dan keterbelakangan.
(2) Dengan pemakaian pupuk urea pil dapat menyuburkan tanaman dan meningkatkan produksi pertanian
(3) Di dalam artikel itu menyuratkan bahwa sumber daya alam yang bermacam-macam di Indonesia ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
(4) Kepada semua informan mendapatkan dua macam instrumen yaitu angket dan catatan kegiatan
Semua kalimat di atas merupakan kalimat yang tidak logis. Untuk membuktikan itu dapat digunakan pertanyaan-pertanyaan mengenai isi setiap kalimat itu. Pada kalimat (1) dapat dinyatakan siapa yang menyatakan. Jika dinyatakan hal itu, jawaban tidak ada, walaupun bisa saja dijawab dengan Habibi. Akan tetapi, Habibi pada kalimat (1) itu tidak menempati pokok kalimat, melainkan keterangan sebagaimana disyaratkan oleh kata mereka. Jadi, pertanyaan itu sebenarnya tidak dapat dijawab dengan
Habibi. Baru bisa dijawab dengan Habibi jika kalimatnya diubah menjadi Habibi (dalam Nimbara, 1993) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan secara tepat guna diarahkan untuk memberantas kemiskinan dan keterbelakangan.

Pertanyaan tentang pokok kalimat juga tidak dapat dikenakan pada kalimat
(2). Jika dipertanyakan dengan kalimat Apa yang menyuburkan tanaman?, jawaban tidak dapat dicari dalam kalimat itu. Barulah jawaban dapat ditemukan jika frasa dengan pemakaian dihilangkan sehingga kalimatnya menjadi Pupuk Urea Pil dapat menyuburkan tanaman dan meningkatkan produksi pertanian.
Dengan pola pertanyaan yang sama, jawaban juga tidak dapat ditemukan dalam kalimat (3). Jawaban baru dapat dicari jika kalimat (3) itu diubah menjadi kalimat-kalimat di bawah ini :.
Artikel itu menyuratkan bahwa sumber daya alam yang bermacam-macam di Indonesia ini belum dimanfaatkan secara maksimal. atau Di dalam artikel itu tersurat (disuratkan) bahwa sumber daya alam yang bermacam-macam di Indonesia ini Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal. Jika dipertanyakan dengan kalimat Siapa yang mendapatkan dua macam instrumen? Jawaban tidak dapat dicari dalam kalimat (4). Jawaban terhadap kalimat itu baru dapat diarahkan ke semua informan jika kalimat (4) itu diubah menjadi kalimat berikut. Semua informan mendapatkan dua macam instrumen, yaitu angket dan catatan kegiatan. Alternatif lain yang merupakan ubahan kalimat (4) masih ada. Unsur mendapat diubah menjadi diberikan sehingga terwujud kalimat yang logis berikut.

Kepada semua informan diberikan dua macam instrumen, yaitu angket dan catatan kegiatan. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kelogisan kalimat akan tampak pada kejelasan fungsional antarunsur kalimat. Kejelasan hubungan itu ditampakkan pada hubungan antara unsur pokok (subjek), sebutan (predikat), objek, pelengkap, dan keterangan. Ketidakjelasan hubungan fungsional dapat menyebabkan gagasan dalam kalimat menjadi berbelit-belit sehingga sulit dipahami orang lain sebagaimana tampak pada contoh-contoh berikut.
1. Prestise pekerjaan merupakan kegiatan yang dilakukan sehari-hari dalam usaha mencapai nafkah atau penghasilan, yang diutamakan di sini pekerjaan responden atau suami dan ini berpedoman pada Treiman Accupational yang telah divalidasi yang telah divalidasi dan reliabilitas, sehingga skornya berbeda dengan berskala interval.
2. Pertambahan penduduk dalam jumlah besar menyebabkan peningkatan kemelaratan serta distribusi, pangan yang tidak mencukupi, kesemuanya itu membantu bertambahnya jumlah penduduk yang lapar dan kurang gizi, kekurangan gizi yang berkelanjutan menyebabkan kekurangan gizi musiman atau kekuarangan gizi tetap yang secara teratur bahkan merupakan bagian hidup dari banyak penduduk atau keluarga.
3. Dalam sayuran daun hijau sudah terdapat pengadaan gizi yang lengkap, Disamping kesalahan logika, kesalahan kalimat dapat terjadi ketidaklengkapan. Kalimat yang tidak lengkap itu hanya mengandung sebagian saja unsur-unsur yang seharusnya ada. Perhatikan dua buah kalimat yang terdapat pada teks berikut!
(1) Situasi pasar bunga memang tidak menggembirakan. Sehingga pada pedagang bunga mulai berusaha di bidang bisnis yang lain.

Kalimat kedua pada teks tersebut merupakan kalimat yang hanya diisi keterangan. Akan lebih baik jika kalimat kedua itu diintegrasikan menjadi satu dengan kalimat sebelumnya atau diupayakan menjadi kalimat yang dapat berdiri sendiri, sebagaimana tampak pada hasil perbaikannya berikut.
(1a)Situasi pasar bunga memang tidak menggembirakan sehingga para pedagang bunga mulai berusaha di bidang bisnis yang lain. atau
(1b)Situasi pasar bunga memang tidak menggembirakan. Para pedagang bunga mulai berusaha dibidang bisnis yang lain.
Kalimat yang digunakan adalah kalimat-kalimat yang padat. Karena itu, kalimat-kalimat yang boros dan kata-kata dipandang sebagai kalimat yang tidak baik walaupun kalimat itu benar dari segi gramatika. Kalimat berikut ini merupakan kalimat yang boros.
Berdasarkan sifat masalah dan tujuan penelitian ini maka rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif. Kalimat tersebut dapat dibuat menjadi lebih ringkas. Bandingkan kalimat itu dengan kalimat ringkas berikut: Berdasarkan sifat masalah dan tujuan penelitian ini, rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif.
Kesalahan kalimat secara eksternal diukur dari cocok tidaknya sebuah kalimat-kalimat yang lain. Perhatikan kalimat-kalimat yang terdapat pada paragraf berikut. Proyek lembah Dieng terletak di dukuh Sumberjo, desa Kalisungo yang termasuk dalam daerah Kabupaten Malang. Daerah Malang yang sejuk terdiri dari pegunungan-pegunungan kecil.
Dua buah kalimat dalam paragraf tersebut benar-benar internal, tetapi salah secara eksternal. Kedua kalimat itu tidak membentuk satu gagasan yang utuh dan padu dalam paragraph.

C. Membetulkan Kesalahan Kalimat
Ada beberapa jenis kesalahan dalam menyusun kalimat.
1.Kalimat tanpa Subjek

Dalam menyusun sebuah kalimat seringkali dengan kata depan atau preposisi, lalu verbanya menggunakan bentuk aktif atau berawalan meN-baik dengan atau tanpa akhiran –kan. Dengan demikian dihasilkan kalimat – kalimat salah seperti di bawah ini.
(1). Bagi yang merasa kehilangan buku tersebut harap mengambilnya di kantor.
(2). Untuk perbaikan prasarana pengairan tersebut memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat.
(3). Dengan beredarnya koran masuk desa bermanfaat sekali bagi masyarakat pedesaan.
Untuk membetulkan kalimat di atas dapat dilakukan dengan
a) Menghilangkan kata depan pada masing – masing kalimat tersebut, atau
b) Mengubah verba pada kalimat tersebut, misalnya dari aktif menjadi pasif.

Jadi kemungkinan pembetulan kelima kalimat adalah
(1) Yang merasa kehilangan buku tersebut harap mengambilnya di kantor.
(2) Perbaikan prasarana pengairan tersebut memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat. (3) Hadirin yang menginginkan terbitan lembaran sastra dapat menghubungi bagian sirkulasi.
(4) Beredarnya koran masik desa bermanfaat sekali bagi masyarakat pedesaan

Dalam pembetulan di atas, maka subjeknya menjadi lebih jelas, yaitu berturut – turut adalah yang merasa kehilangan buku tersebut, perbaikan prasarana pengairan tarsebutpartisipasi aktif dari masyarakat, rapat lenglap fakults sastra ini, pergantian pengurus, hadirin yang menginginkan terbitan lembaran sastra, dan beredarnya koran masuk desa. Perlu dicatat bahwa dalam kalimat di atas tersusun dengan pola inversi, subjeknya berada di belakang predikat. Terjadinya kesalahan seperti kalimat (1 s.d. 3) di atas karena mengacaukan dua struktur kalimat yang benar.

2. Kalimat dengan Objek Berkata Depan

Kesalahan yang telah dibicarakan di atas dapat dikatakan sebagai kesalahan pemakaian kata depan pada awal kalimat yang biasanya diduduki subjek. Kesalahan pemakaian kata depan itu juga sering ditemui pada objek. Sebagai contoh:
(5) Hari ini kita tidak akan membicarakan lagi mengenai soal harga, tetapi soal ada tidaknya barang itu.
(6). Dalam setiap kesembatan mereka tidak bosan – bosannya mendiskusikan tentang dampak positif pembuatan waduk itu.
Kalimat (5) dan (6) dapat dibetulkan dengan menghilangkan kata depan mengenai pada kalimat (5) dan tentang pada kalimat (6). Kesalahan seperti pada contoh (5 dan 6) ini juga terjadi karena mengacaukan dua bentuk yang benar, yaitu: Membicarakan soal harga Berbicara mengenai soal harga Mendiskusikan dampak positif pembuatan waduk Berdiskusi tentang dampak positif pembuatan waduk Perlu dicatat bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa verba dan kata depan yang sudah merupakan paduan, misalnya:
Bertentangan dengan, bergantung pada, berbicara tentang, menyesal atas, keluar dari, sesuai dengan, serupa dengan.

3.Konstruksi Pemilik Berkata Depan

Kesalahan pemakaian kata depan lain yang ditemui pada konstruksi frasa: termilik + pemilik. Secara berlebihan sering ditemui adanya kecenderungan mengeksplisitkan hubungan antara termilik dengan permilik dengan memakai kata depan dari atau daripada, misalnya: (7) Kebersihan lingkungan adalah keburtuhan dari warga. (8)Buku – buku daripada perpustakaan perlu ditambah. Konstruksi frasa yang sejenis dengan kebutuhan dari warga dan buku – buku daripada perpustakaan ini sering kita dengar dalam pidato – pidato (umumnya tanpa teks). Misalnya:
(9) Biaya dari pembangunan jembatan ini; kenaikan daripada harga – harga barang elektronik. Dalam karangan keilmuan konstruksi frasa yang tidak baku seperti di atas hendaknya dihindari karena dalam bahasa Indonesia hubungan “termilik” + pemilik bersifat implisit. Karena terpengaruh oleh (antara lain) bahasa Jawa hubungan “termilik + pemilik” sering dieksplesitkan dengan sufiks nya, misalnya:
(10) rumahnya Heri
bajunya Riki
pemakaiannya seperti contoh (16) perlu dihindari. Namun hal yang lain, “termilik +pemilik itu perlu dipertegas dengan sufiks –nya.
Bandingkan kedua contoh di bawah ini!
guru Parman dengan gurunya Parman
Bapak Martono dengan bapaknya Martono
Kesalahan yang sering terjadi ialah pemakaian verba seperti pada kalimat di bawah ini, misalnya:

(11) Setelah semuanya siap, mereka menaburi benih ikan yang terpilih.
(12) (setiap bulan), kakaknya selalu mengirimi uang.
(13) Panitia menyerahkan hadiah lomba ketramilan remaja pada acara penutupan. Kesalahan seperti kalimat
(11) dapat dibetulkan dengan melengkapi ‘tempat’ menaburi benih ikan yang terpilih, misalnya kolam itu, sehingga kalimat yang betul adalah:
(11a) Setelah semuanya siap, menaburi benih ikan yang terpilih kolam itu.
(11b) Setelah semuanya siap, mereka mereka menaburi kolam itu dengan benihikan
yang terpilih. Dengan pembetulan itu, maka makna kalimatnya menjadi jelas. Jika dipertahankan seperti kalimat (11a) makna kalimat itu tidak jelas karena dapat ditafsirkan juga ‘menaburi sesuatu pada benuh yang terpilih’. Padahal penafsiran yang demikian bukan yang dimaksud dalam kalimat (11b).

4. Kalimat yang ‘pelaku’ dan verbanya tidak bersesuaian

Dalam kalimat dasar, verba dapat dibedakan menjadi verba yang menuntut hadirnya satu ‘pelaku’ dan verba yang menuntut hadirnya lebih dari satu ‘pelaku’. Dalam pembentukan kalimat, kesalahan yang mungkin terjadi ialah yang penggunaan verba dua ‘pelaku’, namun salah satu ‘pelakunya’ tidak tercantumkan, contoh:
(12) Dalam perkelahian itu dia berpukul-pukulan dengan gencarnya.
(13) Dalam seminar itu dia mendiskusikan perubahan sosial masyarakat pedesaan sampai berjam – jam.

Dalam kalimat ( 12 ) verba berpukul-pukulan menuntut hadirnya dua pelaku, yaitu dia
dan orang lain, misalnya Joni.
( 13 ) Dalam perkelahian itu dia berpukul-pukulan dengan Joni. Demikian pula kalimat ( 13 ), di samping pelaku dia diperlukan hadirnya pelaku lain sebagai mitra diskusi, misalnya para pakar, sehingga kalimat ( 13 ) menjadi : ( 13a ) Dalam seminar itu, dia mendiskusikan perubahan sosial masyarakat pedesaan dengan para pakar.

5. Penempatan yang Salah Kata Aspek pada Kalimat Pasif Berpronomina

Menurut kaidah, kanstruksi pasif berpronomina berpola aspek + pronomina + verba dasar. Jadi tempat kata aspek adalah di depan pronomina. Kesalahan yang sering terjadi ialah penempatan aspek di antara pronomina dengan verba atau dalam pola: *pronomina + aspek + verba dasar, misalnya
(14 ) *saya sudah katakan bahwa…. *kita sedang periksa…. *kami telah teliti….
Bentuk – bentuk seperti contoh ( 14 ) dapat dibetulkan dengan memindahkan kata aspek ke depan pronomina menjadi sebagai berikut :
( 14a ) sudah saya katakan bahwa ….. sedang kita periksa …. telah kami teliti ….

6. Kesalahan Pemakaian Kata Sarana

Dalam menyusun kalimat sering dipakai kata sarana,kata sarana itu dapat berupa kata depan dan kata penghubung. Kata depan lazimnya terdapat dalam satu frasa depan, sedang kata penghubung umumnya terdapat dalam kalimat majemuk baik yang setara maupun yang bertingkat. Kesalahan pemakaian kata depan umumnya terjadi pada pemakaian kata depan di, pada, dan dalam. Ketiga kata depan ini sering dikacaukan,misalnya:
( 15 ) Di saat istirahat penyuluh mendatangi para petani.
( 16 ) Benih itu ditaburkan pada kolam yang baru.
( 17 ) Dalam tahun 1965 terjadi pemberontakan G 30 S/PKI.
Kata depan di ( 15 ) seharusnya adalah pada; kata depan pada (16 ) seharusnya adalah dalam atau ke dalam; kata depan dalam
( 17 ) seharusnya adalah pada. Adapun kesalahan pemakaian kata penghubung umumnya terjadi karena ketidaksesuaian antara pamakaian kata penghubung dan makna hubungan antarklausanya, misalnya:
( 18 ) Rapat hari ini ditunda berhubung peserta tidak memenuhi kuorum Kata penghubung berhubung ( 18 ) seharusnya diganti karena atau sebab, menjadi kalimat di bawah ini.
( 18a ) Rapat hari ini ditunda karena peserta tidak memenuhi kuorum. Rapat hari ini ditunda sebab peserta tidak memenuhi kuorum.
Dalam hal ini perlu dicatat bahwa pemakaian kata penghubung karena sebaiknya tidak mengikuti verba disebabkan ( 18b ) Rapat hari ini ditunda disebabkan karena peserta tidak memenuhi kuorum. Pemakaian disebabkan karena merupakan pemakaian yang berlebihan, sehingga perlu dihemat seperti dalam kalimat berikut.
(18c ) Rapat hari ini ditunda disebabkan peserta tidak memenuhi kuorum.
Kesalahan pemakaian kata penghubung lain, misalnya:
( 19 ) Penanaman rumput gajah bagi masyarakat pedesaan berguna untuk menyediakan pakan ternak juga mencegah adanya penggembalaan liar.
( 20 ) Pemasukan negara dari sektor pariwisata cukup besar, maka pemerintah berusaha terus membangun daerah-daerah wisata baru.
Pemakaian kata juga ( 19 ) seharusnya diganti kata dan, sedangkan kata maka ( 20 ) tidak tepat karena kata maka lazimnya hadir berpasangan dengan kata penghubung karena. Kalimat ( 20 ) akan lebih tepat jika diubah menjadi :
( 20a ) Karena pemasukan negara dari sektor pariwisata cukup besar, maka pemerintah berusaha membangun daerah-daerah wisata baru.




D. Efektivitas Kalimat

Ada beberapa yang mengakibatkan suatu kalimat menjadi kurang efektif..Penyebab suatu tuturan menjadi kurang efektif.

1.Kurang Padunya Kesatuan Gagasan
Telah kita ketahui bahwa setiap tuturan terdiri atas beberapa bagian atau satuan gramatikal. Agar tuturan itu memiliki kesatuan gagasan, satuan-satuan gramatikalnya harus lengkap. Di samping itu, masing – masing satuan tersebut hendaknya mendukung satu gagasan utama atau ide pokoknya. Perhatikanlah contoh berikut ini:
( 21 ) Setamat dari SMA, Wati bercita-cita melanjutkan studinya di Fakultas Ekonomi. Fakultas Ekonomi didirikan pada tahun 1972. Dosen, asisten, dan karyawannya mempunyai dedikasi yang cukup tinggi. Contoh ( 21 ) memang tidak memiliki kesatuan gagasan, bahkan merupakan tuturan yang janggal. Mungkinkah Wati sudah mengetahui kapan Fakultas Ekonomi didirikan, dedikasi dosen dan asisten serta karyawannya yang cukup tinggi, sementara bagi Wati masuk Fakultas Ekonomi itu masih merupakan cita-cita belaka! Kejanggalan itu menunjukkan bahwa antara gagasan yang diungkapkan pada kalimat pertama tidak padu dengan gagasan yang diungkapkan pada kalimat kedua dan ketiga. Masing-masing kalimat itu cenderung mengungkapkan gagasan tersendiri. Hal ini terjadi karena dalam benak penutur terjadi kerancuan. Sementara penutur baru mengungkapkan cita-cita Wati, gagasan-gagasan lain yang sebenarnya harus dikesampingkan ( terlebih dahulu ) bermunculan.
Dengan mengetahui tidak adanya kasatuan gagasan pada contoh ( 21 ), kita dapat menyimpulkan bahwa kesatuan gagasan akan terwujud bilamana gagasan yang satu bertautan dengan gagasan -gagasan lain. Atau secara teknis, kesatuan gagasan akan terwujud bilamana satuan gramatikal satu dengan satuan gramatikal yang lain memiliki pertautan maknawi.
Dari uraian di atas, agar dalam contoh ( 21 ) terwujud adanya kesatuan gagasan, maka setelah diungkapkan gagasan mengenai ‘cita-cita Wati’ pada kalimat pertama, perlu diungkapkan gagasan-gagasan lain yang ada pertautannya dengan kalimat kedua, ketiga, dan seterusnya. Misalnya saja, setelah diungkapkan ‘cita-cita Wati’ dalam kalimat pertama ( yang nanti akan disebut kalimat topik ), lalu diungkapkan ‘sejak kapan Wati bercita-cita demikian’, ‘mengapa Wati bercita-cita demikian itu’, ‘bagaimana Wati berusaha mencapai cita-citanya itu’, dan mungkinkah cita-cita itu tercapai ?

2. Kurang Ekonomis Pemakaian Kata

Ekonomis dalam berbahasa berarti penghematan pemakaian kata dalam tuturan. Penghematan ini berkaitan dengan masalah keseksamaan penuturan. Agar penuturan menjadi seksama, kata-kata yang dipakai hendaknya sesuai benar dengan gagasan yang ingin diungkapkan. Untuk itu, kata - kata yang tidak diperlukan benar dipandang dari sudut maknanya harus dihindari. Jadi, kehematan itu berkaitan dengan kecukupan. Hal ini berarti kita hendaknya menggunakan kata ( - kata ) tidak lebih dari yang diperlukan. Bandingkan kedua contoh di bawah ini !
(22 ) - membicarakan tentang transmigrasi.
- membicarakan mengenai transmigrasi.
- saling kait-mengait antara yang satu dengan yang lainnya.
- sudah pada tempatnya apabila.
( 22a ) – membicarakan transmigrasi.
- saling mengait antara satu dengan yang lainnya.
- sudah selayaknya apabila
Demi penghematan itu, sebuah kalimat majemuk pun dapat diringkas menjadi kalimat tunggal, misalnya
( 23) Depresi ekonomi bukan hanya dirasakan oleh kaum pribumi lapisan bawah, tetapi juga dirasakan oleh kelompok elite pribumi.
menjadi :
( 23a ) Depresi ekonomi dirasakan oleh kaum pribumi lapisan bawah dan kelompok elite.
atau :
( 23b ) Depresi ekonomi dirasakan kaum pribumi di semua lapisan.

NAMA : ERIKA
NPM : 20208449
KELAS : 2EB13

Wednesday, May 5, 2010

Proposal Penelitian

PROPOSAL PENELITIAN

A. JUDUL PENELITIAN
Studi Deskriptif Penrerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Bekasi

B. PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah

Belakangan ini, seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi di era globalisasi yang tengah ramai dibicarakan di masyarakat kita serta mengenai era perdagangan bebas yang akan dimulai sebentar lagi, pemerintah mencanangkan kegiatan-kegiatan pembaruan yang kelak akan berguna guna menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas.

Mewujudkan pemuda-pemudi yang dapat menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, serta dapat menjadi wakil Indonesia dalam mengembangkan segala potensi Negara kita nantinya yang tetap berdasar pada dasar Negara kita yakni PANCASILA tentu menjadi cita –cita pemerintah yang harus segera diwujudkan dengan strategi yang efektif mengingat sedikitnya waktu yang tersisa.

Pendidikan adalah sektor yang merupakan bagian penting dari usaha pemerintah guna mewujudkan cita citanya. Adapun pemerintah segera memberdayakan sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi atau “KBK” guna mendapatkan hasil maksimal dari bidang pendidikan.

Berdasarkan pengamatan atas usaha dari pemerintah tersebut, penulis ingin mengetahui apakah sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi tersebut sudah diterapkan secara baik dan menyeluruh di segala bidang khususnya di sekolah-sekolah SMA.

Dari uraian di atas, untuk mengetahui lebih lanjut tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi di Sekolah-sekolah Bekasi, penulis bermaksud melakukan penelitian yang diberi judul “ Studi Deskriptif Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Sekolah Menengah Atas (SMA).

Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dilakukan agar permasalahan tetap berada pada lingkup yang sesuai serta selalu terarah, diperlukan beberapa pertanyaan yang membatasi masalah ini, sehingga dapat dicapai solusi yang tepat pada pokok permasalahan. Adapun pertanyaan – pertanyaan yang peneliti ajukan adalah sebagai berikut :
 Apakah “KBK” sudah diterapkan dengan baik di SMA Negeri 1 Bekasi ini ?
 Bagaimana pendapat semua perangkat sekolah baik tentang sistem “KBK” ini ?

Tujuan Penelitian

Tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah :
 Untuk mengetahui bagaimana sistem “KBK” di SMA Bekasi.
 Untuk mengetahui tanggapan para perangkat sekolah tentang sistem “KBK” di SMA Bekasi.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :
 Menambah pengetahuan khusnya bagi penulis dalam hal penelitian.
 Sebagai bahan rujukan atau perbandingan bagi Bapak Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Bekasi tentang “KBK” di SMA 1 Bekasi sehingga dapat melakukan tindakan tepat yang efektif bila masih terdapat kelemahan sehingga SMA Negeri 1 Bekasi dapat menjadi SMA Favorit.


C. LANDASAN TEORI

Landasan teori adalah bagian penting dalam suatu penelitian, adapun guna dari landasan teori adalah agar penelitian dapat tepat sasaran dan efektif. Adapun beberapa landasan teori disini :

a. Sekolah
Sekolah adalah tempat berkumpulnya seseorang yang ingin mendapatkan ilmu (siswa) dengan fasilitas lainnya dalam rangka membantu proses mendapatkan ilmu atau belajar.
b. Kepala Sekolah
Kepala sekolah atau Headmaster adalah seseorang yang memegang pimpinan paling tinggi dalam sekolah. Biasanya berfungsi sebagai pengatur, pengawas, maupun pengambil kebijakan dengan tujuan efektifnya kegiatan belajar mengajar yang terjadi di sekolah.
c. Guru
Guru adalah bagian dari fasilitas belajar seseorang yang ingin mendapatkan ilmu. Guru berfungsi sebagai pengajar atau media belajar dari siswa tersebut.
d. Siswa
Siswa adalah seseorang yang ingin mendapat ilmu guna digunakan atau dikembangkan dalam kehidupannya guna mencapai cita – cita hidup atau tujuan dari siswa tersebut.
Pengertian dan Definisi Kurikulum

Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers (harus terdiri dari semua anak memiliki pengalaman di bawah bimbingan guru).

Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of school (kurikulum telah berubah dari isi program studi dan daftar subyek dan kursus untuk semua pengalaman yang ditawarkan kepada pelajar di bawah naungan atau arah sekolah).

Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:

1. kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2. kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3. kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4. kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.

Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian :
(1) kurikulum sebagai ide;
(2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum;
(3) kurikulum menurut persepsi pengajar;
(4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas;
(5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan
(6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.

Dalam perspektif kebijakan pendidikab nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

Pengembangan Kurikulum

Kurikulum dapat dimaknai sebagai: suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kuahtas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kuahtas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut aspek lain dari makna kurikulum adalah pengalaman belajar.

Pengalaman belajar di sini dimaksudkan adalah pengalaman belajar yang dialami oleh peserta didik seperti yang direncanakan dalam dokumen tertuhs. Pengalaman belajar peserta didik tersebut adalah konsekuensi langsung dari dokumen tertulis yang dikembangkan oleh dosen/instruktur/pendidik.

Dokumen tertulis yang dikembangkan dosen ini dinamakan Rencana Perkuliahan/Satuan Pembelajaran. Pengalaman belajar ini memberikan dampak langsung terhadap hasil belajar mahasiswa. Oleh karena itu jika pengalaman belajar ini tidak sesuai dengan rencana tertulis maka hasil belajar yang diperoleh peserta didik tidak dapat dikatakan sebagai hasil dari kurikulum.

Ada enam dimensi pengembangan kurikulum untuk pendidikan tinggi yaitu pengembangan ide dasar untuk kurikulum, pengembangan program, rencana perkuliahan/satuan pembelajaran, pengalaman belajar, penilaian dan hasil. Keenam dimensi tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu Perencanaan Kurikulum, Implementasi Kurikulum, dan Evaluasi Kurikulum.

Perencanaan Kurikulum berkenaan dengan pengernbangan Pokok Pikiran/Ide kurikulum dimana wewenang menentukan ada pada pengambil kebijakan urtuk suatu lembaga pendidikan. Sedangkan Implementasi kurikulum berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum di lapangan (lembaga pendidikan/kelas) dimana yang menjadi pengembang dan penentu adaIah dosen/tenaga kependidikan.
Evaluasi KurikuIum merupakan kategori ketiga dimana kurikulum dinilai apakah kurikulum memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang sudah dirancang ataukah ada masalah lain baik berkenaan dengan salah satu dimensi ataukah keseluruhannya. Dalam konteks ini evaluasi kurikulum dilakukan oleh tim di luar tim pengembang kurikulum dan dilaksanakan setelah kurikulum dianggap cukup waktu untuk menunjukkan kinerja dan prestasinya.

KBK Untuk Pendidikan Tinggi
Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Vomor 232/U/2000 Mail menetapkan Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Dalam Surat Keputusan tersebut dikemukakan struktur kurikulum. berdasarkan tujuan belajar (1) Learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be. Bersasarkan pemikiran tentang tujuan belajar tersebut maka mata kuliah dalam kurikulum perguruan tinggi dibagi atas 5 kelompok yaitu: (1) Mata. kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) (2) Mata Kuliah Keilmuan Dan Ketrampilan (MKK) (3) Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB) (4) Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), dan (5) Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).

Sedangkan Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan "Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu".
Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang pada tahap perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan ide akan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan pendekatan, kompetensi dapat menjawab tantangan yang muncul.

Artinya, pada waktu mengembangkan atau mengadopsi pemikiran kurikulum berbasis kompetensi maka pengembang kurikulum harus mengenal benar landasan filosofi, kekuatan dan kelemahan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan, serta jangkauan validitas pendekatan tersebut ke masa depan. Harus diingat bahwa kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia kerja atau dunia profesi maupun dunia ilmu.

SK Mendilmas nomor 045 tahun 2002 ini memperkuat perlunya pendekatan KBK dalam pengembangan kurikulum pendidikan tinggi. Bahkan dalam SK Mendiknas 045 pasal 2 ayat (2) dikatakan bahwa kelima kelompok mata kuliah yang dikemukakan dalam SK nomor 232 adalah merupakan elemen-elemen kompetensi.
Selanjutnya, keputusan tersebut menetapkan pula arah pengembangan program yang dinamakan dengan kurikulum inti dan kurikulum institusional. Jika diartikan melalui keputusan nornor 045 maka kurikulum inti berisikan kompetensi utama sedangkan kurikulum institusional berisikan kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya.
Kurikulum inti yang merupakan penciri kompetensi utama, bersifat:
a. dasar untuk mencapai kompetensi lulusan
b. acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi
c. berlaku secara. nasional dan internasional
d. lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di masa mendatang, clan
e. kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi, dan pengguna lulusan

Sedangkan Kurikulurn institusional berisikan kompetensi pendukung serta kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama.

Implementasi Kurikulum

Dalam rangka implementasi KBK di perguruan Tinggi, maka hendaknya kita memperlakukan kelima kelompok mata kuliah tersebut sebagai kelompok kompetensi. Dengan demikian maka setiap mata kuliah harus menjabarkan, kompetensi yang dikembangkan mata kuliah tersebut sehingga setiap mata kuliah memiliki matriks kompetensi. Setelah itu dapat dikembangkan matriks yang menggambarkan sumbangan setiap mata kuliah terhadap kelima, kategori kompetensi.

Dengan adanya kurikulum berbasis kompetensi maka sistem penilaian hasil belajar haruslah berubah. Ciri utama perubahan penilaiannya adalah terletak pada pelaksanaan penilaian yang berkelanjutan serta komprehensif, yang mencakup aspek-aspek berikut:
a. Penilaian hasil belajar
b. Penilaian proses belajar mengajar
c. Penilaian kompetensi mengajar dosen
d. Penilaian relevansi kurikulum
e. Penilaian daya dukung sarana. dan fasilitas
f. Penilaian program (akreditasi)
Sementara itu strategi yang dapat digunakan adalah:
• Mengartikulasikan standar dan desain penilaian di lingkungan pendidikan pendidikan tinggi.
• Mengembangkan kemampuan dosen untuk melakukan dan memanfaatkan proses pernbelajaran
• Mengembangkan kemampuan subyek didik untuk memanfaatkan hasil penilaian dalam meningkatkan efektifitas belajar mereka
• Memantau dan menilai dampak jangka panjang terhadap proses dan hasil belajar.
Memang untuk dapat mengembangkan dan mengimplementasikan KBK ini dengan baik sejumlah komponen perlu terlibat secara intens dan memberikan perannya masingmasing sesuai dengan kapasitasnya, antara lain:
a. Visi dan Misi kelembagaan dan kepemimpinan yang berorientasi kualitas dan akuntabilitas serta peka terhadap dinamika pasar.
b. Partisipasi seluruh sivitas akademika (dosen, naahasiswa) dalam bentuk "shared vision" dan "mutual commitment" untuk optimasi kegiatan pembelajaran.
c. Iklim dan kultur akademik yang kondusif untuk proses pengembangan yang berkesinambungan.
d. Keterlibatan kelompok masyarakat pemrakarsa (stakeholders) serta masyarakat pengguna lulusan itu sendiri.

D. METOLOGI PENELITIAN

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Metode deskriptif adalah metode penelitian yang meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu pemikiran ataupun suatu peristiwa masa sekarang. ( Idianto M, 2006: 85, 86).

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah penulis dapat mengetahui gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta gejala yang sudah diselidiki.



Adapun langkah – langkah penelitiannya sebagai berikut :
 Menyusun proposal penelitian sosial. Penyusunan proposal dilakukan sebagai langkah awal dalam melakukan penelitian. Penyusunan ini terdiri dari menentukan topik yang dipilih.
 Setelah itu peneliti merumuskan masalah.
 Mengumpulkan data. Pengumpulan data dilaksanakan setelah proposal penelitian disetujui oleh guru pembimbing. Untuk mengumpulkan data, penulis menetukan dengan cara Kuesioner dan Wawancara.Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara si peneliti dengan objek penelitian ( Idianto M, 2006: 121 )
 Kuesioner adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara menyebarkan selebaran yang diisi oleh objek penelitian. ( Idianto M, 2006: )
 Pengolahan Data. Setelah data – data terkumpul, penulis akan mengolah data tersebut dengan teknik tabulasi.
 Penyusunan Laporan. Setelah tahap – tahap sebagaimana diuraikan diatas, maka langkah selanjutnya adalah menyusun laporan agar tujuan dan manfaat dapat dikomunikasikan.

E. WAKTU PENELITIAN

 Waktu penelitian dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan Bulan Maret 2010.

F. PERSONALIA PENELITIAN

1. Nama Lengkap : Erika, npm 20208449
2. Nama Lengkap : Merry Dwi Januaristi, npm 20218385
3. Nama Lengkap : Yanti Hema Puspita, npm 21208302

G. ANGGARAN BIAYA

Anggaran biaya pada penelitian ini diperoleh dari iuran anggota dengan rincian :
a. Pemasukan
Iuran Anggota :@Rp. 45.000,00 X 2 = Rp. 90.000,00

b. Pengeluaran
Penyusunan Proposal Rp. 40.000,00
Pembuatan Pertanyaan Untuk Kuesioner Rp. 30.000,00
Wawancara Rp. 20.000,00
Total pengeluaran Rp. 90.000,00

H. DAFTAR PUSTAKA
 M. Widianto. Sosiologi untuk SMA jilid 1,2,3, Jakarta, 2004. Erlangga
Pengertian dan Definisi Kurikulum
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers (harus terdiri dari semua anak memiliki pengalaman di bawah bimbingan guru). Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of school (kurikulum telah berubah dari isi program studi dan daftar subyek dan kursus untuk semua pengalaman yang ditawarkan kepada pelajar di bawah naungan atau arah sekolah).

Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:

1. kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2. kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3. kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4. kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.

Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian :
(1) kurikulum sebagai ide;
(2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum;
(3) kurikulum menurut persepsi pengajar;
(4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas;
(5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan
(6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.

Dalam perspektif kebijakan pendidikab nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

Pengembangan Kurikulum
Kurikulum dapat dimaknai sebagai: suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kuahtas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kuahtas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut aspek lain dari makna kurikulum adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar di sini dimaksudkan adalah pengalaman belajar yang dialami oleh peserta didik seperti yang direncanakan dalam dokumen tertuhs. Pengalaman belajar peserta didik tersebut adalah konsekuensi langsung dari dokumen tertulis yang dikembangkan oleh dosen/instruktur/pendidik. Dokumen tertulis yang dikembangkan dosen ini dinamakan Rencana Perkuliahan/Satuan Pembelajaran. Pengalaman belajar ini memberikan dampak langsung terhadap hasil belajar mahasiswa. Oleh karena itu jika pengalaman belajar ini tidak sesuai dengan rencana tertulis maka hasil belajar yang diperoleh peserta didik tidak dapat dikatakan sebagai hasil dari kurikulum.
Ada enam dimensi pengembangan kurikulum untuk pendidikan tinggi yaitu pengembangan ide dasar untuk kurikulum, pengembangan program, rencana perkuliahan/satuan pembelajaran, pengalaman belajar, penilaian dan hasil. Keenam dimensi tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu Perencanaan Kurikulum, Implementasi Kurikulum, dan Evaluasi Kurikulum. Perencanaan Kurikulum berkenaan dengan pengernbangan Pokok Pikiran/Ide kurikulum dimana wewenang menentukan ada pada pengambil kebijakan urtuk suatu lembaga pendidikan. Sedangkan Implementasi kurikulum berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum di lapangan (lembaga pendidikan/kelas) dimana yang menjadi pengembang dan penentu adaIah dosen/tenaga kependidikan. Evaluasi KurikuIum merupakan kategori ketiga dimana kurikulum dinilai apakah kurikulum memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang sudah dirancang ataukah ada masalah lain baik berkenaan dengan salah satu dimensi ataukah keseluruhannya. Dalam konteks ini evaluasi kurikulum dilakukan oleh tim di luar tim pengembang kurikulum dan dilaksanakan setelah kurikulum dianggap cukup waktu untuk menunjukkan kinerja dan prestasinya.
KBK Untuk Pendidikan Tinggi
Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Vomor 232/U/2000 Mail menetapkan Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Dalam Surat Keputusan tersebut dikemukakan struktur kurikulum. berdasarkan tujuan belajar (1) Learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be. Bersasarkan pemikiran tentang tujuan belajar tersebut maka mata kuliah dalam kurikulum perguruan tinggi dibagi atas 5 kelompok yaitu: (1) Mata. kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) (2) Mata Kuliah Keilmuan Dan Ketrampilan (MKK) (3) Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB) (4) Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), dan (5) Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).
Sedangkan Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan "Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu".
Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang pada tahap perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan ide akan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan pendekatan, kompetensi dapat menjawab tantangan yang muncul. Artinya, pada waktu mengembangkan atau mengadopsi pemikiran kurikulum berbasis kompetensi maka pengembang kurikulum harus mengenal benar landasan filosofi, kekuatan dan kelemahan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan, serta jangkauan validitas pendekatan tersebut ke masa depan. Harus diingat bahwa kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia kerja atau dunia profesi maupun dunia ilmu.
SK Mendilmas nomor 045 tahun 2002 ini memperkuat perlunya pendekatan KBK dalam pengembangan kurikulum pendidikan tinggi. Bahkan dalam SK Mendiknas 045 pasal 2 ayat (2) dikatakan bahwa kelima kelompok mata kuliah yang dikemukakan dalam SK nomor 232 adalah merupakan elemen-elemen kompetensi.
Selanjutnya, keputusan tersebut menetapkan pula arah pengembangan program yang dinamakan dengan kurikulum inti dan kurikulum institusional. Jika diartikan melalui keputusan nornor 045 maka kurikulum inti berisikan kompetensi utama sedangkan kurikulum institusional berisikan kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya.
Kurikulum inti yang merupakan penciri kompetensi utama, bersifat:
a. dasar untuk mencapai kompetensi lulusan
b. acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi
c. berlaku secara. nasional dan internasional
d. lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di masa mendatang, clan
e. kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi, dan pengguna lulusan
Sedangkan Kurikulurn institusional berisikan kompetensi pendukung serta kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama.
Implementasi Kurikulum
Dalam rangka implementasi KBK di perguruan Tinggi, maka hendaknya kita memperlakukan kelima kelompok mata kuliah tersebut sebagai kelompok kompetensi. Dengan demikian maka setiap mata kuliah harus menjabarkan, kompetensi yang dikembangkan mata kuliah tersebut sehingga setiap mata kuliah memiliki matriks kompetensi. Setelah itu dapat dikembangkan matriks yang menggambarkan sumbangan setiap mata kuliah terhadap kelima, kategori kompetensi.
Dengan adanya kurikulum berbasis kompetensi maka sistem penilaian hasil belajar haruslah berubah. Ciri utama perubahan penilaiannya adalah terletak pada pelaksanaan penilaian yang berkelanjutan serta komprehensif, yang mencakup aspek-aspek berikut:
a. Penilaian hasil belajar
b. Penilaian proses belajar mengajar
c. Penilaian kompetensi mengajar dosen
d. Penilaian relevansi kurikulum
e. Penilaian daya dukung sarana. dan fasilitas
f. Penilaian program (akreditasi)
Sementara itu strategi yang dapat digunakan adalah:
• Mengartikulasikan standar dan desain penilaian di lingkungan pendidikan pendidikan tinggi.
• Mengembangkan kemampuan dosen untuk melakukan dan memanfaatkan proses pernbelajaran
• Mengembangkan kemampuan subyek didik untuk memanfaatkan hasil penilaian dalam meningkatkan efektifitas belajar mereka
• Memantau dan menilai dampak jangka panjang terhadap proses dan hasil belajar.
Memang untuk dapat mengembangkan dan mengimplementasikan KBK ini dengan baik sejumlah komponen perlu terlibat secara intens dan memberikan perannya masingmasing sesuai dengan kapasitasnya, antara lain:
a. Visi dan Misi kelembagaan dan kepemimpinan yang berorientasi kualitas dan akuntabilitas serta peka terhadap dinamika pasar.
b. Partisipasi seluruh sivitas akademika (dosen, naahasiswa) dalam bentuk "shared vision" dan "mutual commitment" untuk optimasi kegiatan pembelajaran.
c. Iklim dan kultur akademik yang kondusif untuk proses pengembangan yang berkesinambungan.
d. Keterlibatan kelompok masyarakat pemrakarsa (stakeholders) serta masyarakat pengguna lulusan itu sendiri.